Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, dan Co-chairs Ralien Bekkers dari Belanda dalam pertemuan Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk Aksi Perubahan Iklim di Den Haag Belanda. (Foto: Kemenkeu RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenkeu RI, Dampak perubahan iklim saat ini telah dirasakan secara nyata di berbagai belahan dunia. Para Menteri Keuangan dari 92 negara di dunia pun bekerja sama dalam suatu koalisi untuk mengatasinya. Koalisi ini menjadi sarana bagi para Menteri Keuangan serta berbagai organisasi internasional untuk mendiskusikan aspek-aspek finansial dari perubahan iklim.
Dalam pertemuan Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk Aksi Perubahan Iklim di Den Haag Belanda pada 1-2 Februari lalu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, dan Co-chairs Ralien Bekkers dari Belanda mengungkapkan sisi penting, tujuan, serta harapan dari pertemuan tersebut.
Mengawali diskusi, Masyita mengungkapkan bahwa struktur Koalisi ini dirancang sedemikian rupa untuk menjembatani dan merekatkan jarak antarnegara. “Posisi co-chair dirancang untuk diisi oleh satu negara maju dan satu negara berkembang. Karena setiap negara memiliki kondisi yang berbeda, baik dari segi kemampuan finansial, akumulasi emisi, dan kemajuan pembangunan.
Lebih lanjut, ia menyebut Koalisi ini menjadi sarana yang aman bagi negara-negara anggota untuk bisa berdiskusi secara terus terang mengenai hal-hal yang penting dalam aksi perubahan iklim, tetapi belum diimplementasikan di negara masing-masing. Pertukaran ide, gagasan, dan pengalaman yang telah berhasil diaplikasikan oleh para negara anggota juga menjadi hal berharga dalam Koalisi ini.
Baca Juga: Menkeu Laporkan Kesiapan THR dan Gaji ke-13 kepada Presiden
Tahun ini menandai lima tahun terbentuknya Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk Aksi Perubahan Iklim. Selama itu pula Koalisi ini telah tumbuh secara signifikan yang menimbulkan tak hanya kesempatan tapi juga tantangan. Masyita menyebut saat ini Koalisi membutuhkan mekanisme yang lebih baik untuk mampu mendengarkan suara seluruh negara anggota. “Oleh karenanya kami ingin meningkatkan keterlibatan setiap anggota dalam Koalisi ini,” ujarnya.
Masyita menambahkan, “Kementerian-Kementerian Keuangan dari berbagai negara seringkali diposisikan di luar pembicaraan mengenai perubahan iklim. Misalnya pada COP, Kementerian Keuangan pada umumnya bukan menjadi bagian dari pihak yang mewakili pemerintahannya dalam suatu negosiasi. Padahal, keterlibatan Kementerian Keuangan membantu memajukan kebijakan iklim. Ini adalah bagian dari alasan mengapa Koalisi ini dibentuk.”
Isu-isu yang berkaitan dengan perubahan iklim seringkali sangat kompleks sehingga menyentuh berbagai aspek politis dan sosial. “Isu iklim menjadi bagian dari masalah utama kita. Ia mempengaruhi kebijakan fiskal, mempengaruhi biaya, dan mempengaruhi keuangan,” timpal Ralien Bekkers menutup diskusi ini.***