Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Blitar, Izul Mahrom memberangkatkan Pawai ogoh-ogoh dalam perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1946, Minggu (10/3/2024). (Foto: Achmad Zunaidi/Serayu Nusantara)
Blitar, serayunusnatara.com – Bupati Blitar Rini Syarifah yang diwakili Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Blitar Izul Marom menyampaikan pentingnya kerukunan dan toleransi antar umat beragama. Dua hal tersebut tidak lepas dari peran serta masyarakat dari berbagai daerah, agama dan keyakinan.
“Negara Indonesia sangat plural, beragam suku, agama, bahasa dan adat istiadat. Keberagaman ini justru harus membuat Indonesia semakin kuat, kokoh dalam bingkai NKRI,” katanya saat menyampaikan sambutan dalam kegiatan Tawur Kesanga di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Minggu, 10 Maret 2024.
Guna mendorong semangat toleransi dan kerukunan antar umat beragama, Sekda Izul juga menyampaikan tiga ajaran atau tuntunan suci dari umat Hindu yang relevan dalam menumbuhkembangkan sikap toleransi sesama anak bangsa.
Pertama, Vasudhaiva Kutumbhakam, yang artinya semua orang bersaudara, satu keluarga tunggal, tanpa membedakan agama, suku, bahasa, budaya, tradisi, dan warna kulit. Dengan memahami dan menghayati ajaran ini, niscaya bisa menjaga kesatuan dan persatuan bangsa untuk kejayaan NKRI.
Baca Juga: Kontingen Kabupaten Blitar yang Sumbang Medali di Porprov Jatim Digelontor Bonus Total 2,7 Milliar
Kemudian, yang kedua Tat Tvam Asi. Ajaran ini mengembangkan sifat saling asah, asih, dan asuh. Diajarkan untuk mengenal dan melaksanakan rasa kebersamaan, berat ringan dipikul dan dirasakan bersama. Gotong royong, tolong menolong hendaknya selalu dikedepankan.
“Kehidupan yang damai tidak mungkin terwujud tanpa adanya toleransi. Yaitu, sikap saling menghormati, menghargai, memahami maupun saling menerima adanya perbedaan,” ujarnya.
Ketiga, Tri Hita Karana, artinya keharmonisan hubungan antara manusia dengan Hyang Widhi Wasa, manusia dengan alam lingkungannya, dan manusia dengan sesamanya. Tuntunan itu, memiliki prinsip dalam pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dengan lainnya agar tercapai ketentraman dan kedamaian.
“Untuk itu monggo kita semua merawat keberagaman ini demi utuhnya persatuan dan kesatuan,” ungkapnya.
Ogoh-ogoh
Izul lalu menjelaskan, kegiatan tawur Kesanga yang identik dengan ogoh-ogoh. Buta Kala diwujudkan sebagai ogoh-ogoh adalah bagian dari pada unsur alam yang negative yang bisa memicu perpecahan dan angkara murka.
“Sehingga dalam upacara ini diharapkan sifat-sifat yang negatif ini tidak mengganggu. Setelah diarak hingga ke desa berarti energi negatif sudah terkumpul, kemudian dibakar,” katanya.
Baca Juga: Polres Blitar Kota Ungkap Peredaran Sabu 0,5 Kg Senilai Rp 800 Juta
Dengan demikian, kata dia, energi negatif hilang, yang ada energy positif sehingga saat Nyepi bisa melaksanakan tapa brata dengan khidmad dan kehidupan tenang, guyub rukun.
Izul berharap, setelah tapa Brata pada keesokan harinya (Hari Raya Nyepi), bisa menjadi pribadi yang mawas diri dan menghindari perbuatan tidak baik. Juga semakin sejahtera kehidupannya dan semakin bertawakal pada Sang Hyang Widi.
Sementara itu, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Blitar Lestari menyampaikan, kegiatan ini merupakan rangkaian dari Hari Raya Nyepi yang dirayakan oleh umat Hindu dengan tujuan pensucian alam.
“Pensucian yang dimaksud ialah ditilepnya mangso kasongo dan menginjak mangso kasepuluh dengan bergesernya sang suryo atau matahari ke utara,” ujarnya.
Dalam waktu yang sama, kata dia, juga digelar pawai ogoh-ogoh sebagai simbolis dari butakala atau angkara murka. Sehingga sebelum umat hindu melaksanakan penyepian, kita disucikan. (adv/kmf/jun)