Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA bersama Gubernur Provinsi Bengkulu menyaksikan penandatanganan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak dan Penguatan Layanan Pemenuhan Hak Anak oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. (Foto: KemenPPPA RI)
Bengkulu, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu bersama Gubernur Provinsi Bengkulu, Rohidin Mersyah menyaksikan penandatanganan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak dan Penguatan Layanan Pemenuhan Hak Anak oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu pada Rabu (13/3). Penandatanganan ini merupakan wujud komitmen pemerintah daerah untuk bersinergi menurunkan angka kekerasan dan perkawinan anak serta menguatkan layanan pemenuhan hak anak.
Pasalnya, data Indeks Perlindungan Anak (IPA) menunjukkan, Provinsi Bengkulu masih berada di bawah angka nasional, yaitu sebesar 62,19 persen. “Sementara itu, IPA Nasional berada pada angka 63,30 persen. Rendahnya angka IPA ini menggambarkan bahwa masih ada tantangan besar dalam pembangunan perlindungan anak dan pemenuhan hak anak di Provinsi Bengkulu,” ujar Pribudiarta.
Lebih lanjut, Pribudiarta menyebutkan, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), sepanjang 2023 tercatat 480 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Bengkulu, 323 kasus di antaranya dialami oleh anak usia 17 tahun ke bawah. Selain itu, angka perkawinan anak di Provinsi Bengkulu juga terbilang tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2022 menunjukan bahwa angka perkawinan anak di Provinsi Bengkulu masih berada di atas rata-rata nasional, yaitu 8,8 persen.
Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak dan Penguatan Layanan Pemenuhan Hak Anak ditandatangi langsung oleh Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3APPKB), Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Kepala Kanwil Agama, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua (Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Provinsi Bengkulu.
Baca Juga: Kemen PPPA Hadiri CSW68 di New York
Menurut Rohidin, penandatanganan pakta integritas menjadi momen penting sebagai bentuk komitmen bersama dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak. Rohidin juga menekankan pentingnya kolaborasi dan sinergi multi sektor untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) di Provinsi Bengkulu dan meminta Bappeda memastikan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berkomitmen dalam program dan kegiatannya agar berbasis data dan survei untuk mencapai 24 indikator KLA. Di samping itu, Rohidin menyebutkan, saat ini Provinsi Bengkulu telah memiliki program Elektronik Monitoring Eksekusi Pembiayaan Hak Perempuan dan Anak (Emosi Caper) yang bertujuan mengawal putusan pengadilan agama terkait pembiayaan pasca perceraian.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas PPPAPPKB Provinsi Bengkulu, Eri Yulian Hidayat menyampaikan, dalam rangka menurunkan angka perkawinan anak, Pemerintah Provinsi Bengkulu telah mengimplementasikan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak dan bekerja sama dengan Women’s Crisis Center (WCC) dalam menyusun strategi daerah terkait pencegahan perkawinan anak. Pihaknya juga terus mendorong seluruh kabupaten/kota turut menyusun rencana aksi daerah atas Stranas PPA. Sebagai pilot projeknya adalah Kabupaten Seluma, Kepahyang, dan Rejang Lebong.
Kegiatan ini merekomendasikan agar pemerintah daerah Provinsi Bengkulu: (1) tetap mengoptimalisasi peran Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan pemenuhan indikator KLA yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi; (2) mempertahankan peringkat KLA dengan menyediakan serta memberikan dukungan kebijakan dan fasilitasi teknis di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; (3) Fokus pada penguatan Gugus Tugas KLA di masing-masing kabupaten/kota sebagai sarana koordinasi dan kemitraan perangkat daerah, lembaga masyarakat, dunia usaha, media dan Forum Anak dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak; (4) Meningkatkan koordinasi sebagai peran Dinas PPPA kepada perangkat daerah terkait dan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan Gugus Tugas KLA; (5) perangkat daerah pemegang substansi klaster bertanggung jawab atas capaian klaster dalam KLA dan memimpin pengisian evaluasi KLA di klasternya; dan (6) Pemerintah Provinsi dan masing-masing kabupaten/kota agar melakukan penguatan terhadap pemahaman indikator KLA. “Diharapkan dalam 5 (lima) tahun ke depan Provinsi Bengkulu menjadi layak anak dan perempuan,” tutup Pribudiarta.***