Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin dalam Sidang Commision on the Status of Women (CSW) ke-68, di Markas Besar Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (14/3). (Foto: KemenPPPA RI)
New York, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Memasuki rangkaian selanjutnya dalam Sidang Commision on the Status of Women (CSW) ke-68, Ketua Delegasi Republik Indonesia, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N. Rosalin menyampaikan pernyataan nasional dalam sesi diskusi umum, di Markas Besar Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (14/3). Dalam kesempatan tersebut, Lenny menyampaikan 3 (tiga) poin penting dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Pasalnya, secara global, target Sustainable Development Goals (SDGs) 1 terkait pengentasan kemiskinan belum berjalanan secara optimal. Hal ini pun menimbulkan dampak besar bagi masyarakat, khususnya perempuan. “Lebih dari 383 juta perempuan dan anak perempuan masih terjebak di bawah garis kemiskinan dan hidup dengan pendapatan kurang dari 1,90 dolar per hari,” kata Lenny.
Menurut Lenny, Negara Anggota, CSW, dan PBB harus terus mendorong penempatan perempuan sebagai pusat agenda pemberantasan kemiskinan dan mengakui dampak positif yang dihasilkan. Di Indonesia, perempuan turut menduduki posisi strategis di pemerintahan, di antaranya sebagai Menteri PPPA, Menteri Sosial, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Keuangan, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Sinergi dan kinerja kementerian-kementerian tersebut memberikan kontribusi langsung terhadap penurunan angka kemiskinan di Indonesia,” imbuh Lenny.
Lebih lanjut, Lenny menyebutkan, perampingan institusi juga diperlukan agar dapat mendorong kesetaraan gender, memberdayakan perempuan, dan mengentaskan kemiskinan secara lebih efektif. “Terakhir, kita perlu mendorong mekanisme inovatif untuk mendanai pengentasan kemiskinan dan memberikan manfaat bagi perempuan,” ujar Lenny.
Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Komitmen Provinsi Bengkulu dalam Percepatan Kabupaten/Kota Layak Anak
Sebagai contoh, Indonesia mendorong sektor swasta untuk berinvestasi dalam pemberdayaan perempuan secara ekonomi dan sosial. “Investasi tersebut terbukti efektif dalam menghasilkan manfaat ekonomi dan berkontribusi secara signifikan terhadap pemberdayaan perempuan serta membantu mereka keluar dari kemiskinan,” tutur Lenny.
Lenny pun mendorong keberlanjutan isu pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender dalam kerangka PBB. Selain itu, permasalahan ini juga harus dilanjutkan pada proses selanjutnya, seperti Summit of the Future dan Pact of the Future. Keberlanjutan ini diperlukan untuk memastikan dukungan bagi perempuan, terutama mereka yang berada dalam kemiskinan.
“Indonesia akan terus memperkuat kolaborasi di tingkat global dalam agenda pemberdayaan perempuan dan pemberantasan kemiskinan. Jika Anda memiliki keyakinan yang sama bahwa kedua agenda ini merupakan hal yang penting, tidak dapat dipisahkan, dan saling terkait, maka Indonesia adalah mitra Anda,” pungkas Lenny.***