Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman AJI Indonesia, Pengurus Nasional AJI bertemu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Selasa (7/3/2023).
Pertemuan tersebut untuk mendiskusikan mekanisme perlindungan pada jurnalis dan jurnalis perempuan yang menjadi korban kekerasan.
Pertemuan tersebut dihadiri Sekretaris Jenderal AJI Ika Ningtyas dan Ketua Bidang Gender, Anak dan Kelompok Marjinal Nani Afrida. Sedangkan dari pihak LPSK hadir Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi dan Litvia Istania.
Sekjen AJI Ika Ningtyas mengatakan, tren kekerasan pada jurnalis dan jurnalis perempuan meningkat dan potensinya makin tinggi selama tahun politik. Pelaku dari aktor negara menjadi salah satu yang tertinggi dengan impunitas yang kuat.
Baca Juga: AJI Indonesia dan LPSK Jajaki Mekanisme Perlindungan Bagi Jurnalis
Namun sebagian besar korban kekerasan memilih tidak melapor karena lemahnya dukungan dari tempatnya bekerja, ancaman serangan balik dan rendahnya kepercayaan pada institusi penegak hukum.
“Oleh karena itu, peran LPSK sangat dibutuhkan menjadi bagian dalam mekanisme perlindungan terhadap jurnalis yang menjadi korban, saksi, dan juga narasumber kunci yang memberikan informasi ke media atau menjadi whistleblower,” kata Ika Ningtyas.
Ketua Bidang Gender Nani Afrida mengatakan jurnalis perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual cukup tinggi, berdasarkan survei terakhir AJI dan PR2Media. Tidak seluruhnya dari mereka mendapatkan dukungan dari organisasi media dan ancaman serangan baliknya tinggi jika pelakunya high profile.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua LPSK Hasto Atmojo mengatakan, selama ini permintaan perlindungan dari jurnalis yang menjadi korban sangat kecil.
Salah satu jurnalis yang telah mendapat layanan perlindungan adalah Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya yang pelaku kekerasannya adalah anggota polisi.
Ke depannya, AJI dan LPSK bersepakat untuk membangun perlindungan bersama yang akan didahului dengan sosialisasi ke 40 AJI Kota.