Sesmenparekraf Ni Wayan Giri Adnyani dalam acara uji coba penerapan desa wisata ramah perempuan yang berlangsung di Desa Wisata Kelecung atau yang lebih dikenal sebagai Kelecung Eco Village di Kabupaten Tabanan, Bali. (Foto: Kemenparekraf RI)
Tabanan, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenparekraf RI, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) berkolaborasi dengan Ikatan Pimpinan Tinggi (Pimti) Perempuan Indonesia melakukan uji coba penerapan desa wisata ramah perempuan yang berlangsung di Desa Wisata Kelecung atau yang lebih dikenal sebagai Kelecung Eco Village di Kabupaten Tabanan, Bali, pada 5 hingga 7 September 2024.
Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Sekretaris Utama Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Sesmenparekraf/Sestama Baparekraf), Ni Wayan Giri Adnyani, dalam keterangannya, Kamis (12/9/2024), mengatakan Kemenparekraf bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebelumnya telah meluncurkan Buku Pedoman Desa Wisata Ramah Perempuan.
“Pedoman desa wisata ramah perempuan dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi pengelola desa wisata dan para pemangku kepentingan terkait lainnya dalam upaya mewujudkan desa wisata yang semula masih netral gender dan belum memberi perhatian memadai terhadap pemberdayaan perempuan,” kata Giri.
Ini dilakukan agar dapat bertransformasi secara komprehensif dengan mengintegrasikan upaya-upaya konkret yang terstruktur dan sistematik sehingga dapat mewujudkan desa wisata ramah perempuan yang dapat memberikan nilai tambah dan dampak berganda bagi desa.
Penerapan Desa Wisata Ramah Perempuan sangat penting untuk diwujudkan mengingat wisatawan perempuan jumlahnya sangat besar dalam industri pariwisata. Data Forbes tahun 2024 menunjukkan bahwa 64 persen wisatawan dunia adalah perempuan. Dari jumlah tersebut, 80 persennya adalah wisatawan perempuan _solo travellers_ dan 60 persen dari wisatawan perempuan bervakansi tidak bersama pasangan.
Baca Juga: DPR Setujui Pagu Definitif Kemenparekraf TA 2025 Sebesar Rp1,7 Triliun
Sementara wisatawan nusantara (wisnus) perempuan yang melakukan perjalanan wisata selama tahun 2023 adalah sebesar 33,49 persen sehingga penting untuk menghadirkan destinasi yang ramah perempuan dan anak.
Keberadaan Desa Wisata Ramah Perempuan juga sejalan dengan upaya Pengarusutamaan Gender (PUG) sebagaimana tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional serta SDG 5 untuk Pembangunan yang lebih adil dan merata.
Pembangunan Indonesia ditujukan untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Untuk mencapai tujuan tersebut salah satu kebijakan pembangunan manusia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup dan perlindungan hak perempuan.
“Karenanya kami mengundang PIMTI Perempuan Indonesia untuk berdiskusi terkait pedoman tersebut sekaligus melihat langsung praktiknya di lapangan tepatnya di Desa Wisata Kelecung,” ujar Giri.
Selama tiga hari, Presidium hingga anggota PIMTI Perempuan Indonesia diajak untuk menikmati berbagai daya tarik Desa Wisata Kelecung. Mulai dari menginap di fasilitas _homestay_ yang ada, merasakan tinggal di rumah adat Bali dengan pengaturan yang unik sesuai budaya dan kepercayaan masyarakat, mengikuti persiapan hingga pelaksanaan melukat, berlatih melukis ala seniman Bali, dan menyiapkan serta menikmati kuliner Bali seperti ayam betutu, sate lilit, ayam sambal matah, tum ayam, dan lainnya.
Baca Juga: Kemenparekraf Gelar Misi Penjualan Jaga Eksistensi Indonesia Agar Tetap Jadi Favorit di Asia Selatan
Sementara untuk sesi diskusi hadir sejumlah narasumber di antaranya Tenaga Ahli Penyusunan Pedoman Desa Wisata Ramah Perempuan, Lenny N Rosalin; Pegiat dan pemrakarsa Kelecung Eco Village, Aniek Puspawardani; serta Prof. Darma dari Universitas Saraswati-Bali sebagai penanggap.
“Keberadaan Buku Pedoman Desa Wisata Ramah Perempuan diharapkan dapat memperkuat peran dan partisipasi aktif perempuan di desa utamanya di bidang ekonomi, lingkungan dan sosial budaya, sehingga terwujud desa wisata ramah perempuan yang berdaya saing, berkelanjutan, dan inklusif,” ujar Giri.***