Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Rini Handayani pada acara Media Talk. (Foto: KemenPPPA RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong peningkatan jumlah perempuan sebagai pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) pada Dewan Perwakilan Rakyat RI. Kepemimpinan perempuan dalam AKD sangat penting karena posisi tersebut memegang fungsi strategis untuk mendorong proses legislasi yang mewujudkan keadilan gender.
“Posisi kepemimpinan dalam AKD memegang fungsi strategis. AKD yang akan menentukan agenda legislatif, mengatur jalannya sidang, dan terlibat dalam pengambilan keputusan terkait pasal dalam substansi undang-undang. Oleh karenanya, penempatan perempuan dalam AKD menjadi penting agar dapat mendorong proses legislasi yang bisa mendorong keadilan gender,” kata Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Rini Handayani pada acara Media Talk (17/10).
Rini menyampaikan peran perempuan dalam politik telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perpu Nomor 1 tentang Perubahan atas UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya pasal 173 ayat 2 butir e yang menyebutkan afirmasi 30 persen keterwakilan perempuan. Meski begitu, peran perempuan seharusnya tidak berhenti ketika terpilih sebagai anggota legislatif. Partisipasi perempuan di dalam AKD menjadi sangat penting untuk dikawal bersama menjelang pemetaan jabatan. Sayangnya, masih terdapat kendala dalam implementasinya, karena semakin tinggi jabatan strategis di politik, semakin rendah pula persentase perempuan yang menjabat.
“Berdasarkan data Kemen PPPA pada tahun 2024, keterwakilan perempuan di DPR RI periode 2019-2024 baru mencapai 20,5 persen, dan belum mencapai target afirmasi yakni 30 persen. Lebih jauh lagi, keterwakilan perempuan pada posisi pimpinan AKD pada periode tersebut hanya 12,5 persen atau 11 dari total 87 orang pimpinan AKD. Adapun jika dilihat dari persentasenya, masih banyak posisi kepemimpinan perempuan yang kosong di AKD DPR RI diantaranya; Mahkamah Kehormatan Dewan, Badan Legislasi (BALEG), Badan Anggaran (BANGGAR), dan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP). Posisi kepemimpinan perempuan terdapat di Badan Musyawarah (BAMUS), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN),” kata Rini
Lebih lanjut, Rini menyampaikan, berdasarkan sebaran partai politik, masih terdapat tiga partai politik yang tidak memiliki perempuan sebagai anggota kelengkapan dewan yaitu Partai Demokrat, Partai Amanat Rakyat (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Baca Juga: Perkuat PPPA, Kemen PPPA dan Merry Riana Teken Perjanjian Kerja Sama
Rini menegaskan, Kemen PPPA akan terus mengawal partisipasi perempuan di politik khususnya di posisi strategis. Kedepan, revisi peraturan perundang-undangan terkait politik, pemilihan umum dan pilkada akan diupayakan agar dapat menciptakan sistem yang ramah terhadap perempuan. Hal tersebut diperlukan untuk mendorong sistem politik dan tata kelola bernegara yang inklusif, bebas dari diskriminasi dan kekerasan, serta mendorong kebijakan afirmasi 30 persen legislatif perempuan.
Asdep Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum Kemen PPPA, Iip Ilham Firman menyampaikan pentingnya mendorong keterwakilan dan kepemimpinan perempuan di politik karena hal itu merupakan isu global yang sedang diupayakan oleh berbagai negara di dunia. Berdasarkan data Global Gender Gap Index, posisi Indonesia di bidang pemberdayaan politik perempuan turun dari peringkat 81 di tahun 2023 menjadi peringkat 107 di tahun 2024.
“Kemen PPPA akan terus mendorong upaya pemberdayaan perempuan di politik. Kami berupaya menyisir peraturan daerah (perda) yang diskriminatif, sejauh ini masih ada ratusan perda diskriminatif yang memerlukan perhatian dari pemerintah dan legislatif. Kita juga perlu mendorong pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XII/2014 yang sudah menyampaikan tentang perlunya memberikan perhatian terkait kebijakan afirmasi pelibatan perempuan di politik,” kata Iip.
Sementara itu, Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyampaikan persentase anggota perempuan DPR RI periode 2024-2029 mengalami kenaikan menjadi 22 persen atau 127 perempuan dari total 580 anggota. Meski begitu, masih ada kekhawatiran terkait kurang proporsionalnya persebaran anggota perempuan di masing-masing komisi.
“Pada periode 2019-2024 jumlah anggota DPR RI perempuan paling banyak di Komisi VIII sebanyak 17 orang, Komisi X ada 19 orang, dan Komisi IX ada 26 orang. Bisa dibandingkan dengan komisi lainnya seperti di Komisi I hanya 5 perempuan, Komisi II hanya ada 4, dan di Komisi III hanya ada 5 perempuan. Jadi ada komisi-komisi yang menjadi komisi feminim padahal bukan berarti komisi lain tidak membutuhkan keterwakilan perempuan yang memadai. Jadi kita paham bahwa perempuan cenderung ditempatkan di posisi tertentu atau pada isu-isu tertentu. Maka dari itu, kita tidak bisa berhenti pada peran perempuan di politik ataupun kepemimpinan saja, tapi perlu melihat bahwa partai politik harus mendistribusikan perempuan ke komisi-komisi secara proporsional dan berimbang.” kata Titi.
Baca Juga: Buka Sanur Village Festival, Menteri PPPA Dorong Fasilitas yang Ramah Perempuan dan Anak
Titi menambahkan bahwa keterwakilan perempuan lebih dari sekedar angka, melainkan bagaimana berdampak pada substansi dalam parlemen. Adapun tiga fungsi parlemen yakni mulai dari legislasi yang mendukung hak-hak perempuan, penganggaran dalam mewujudkan anggaran responsif gender, dan juga pengawasan.***