Jakarta, serayunusantara.com – Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK menilai meskipun tidak menggunakan APBN, mangkraknya pembangunan proyek Bukit Algoritma sejak groundbreaking dua tahun lalu berpotensi membebani keuangan negara. Hal itu disampaikan Amin AK saat menyoroti pelibatan BUMN Amarta Karya dalam proyek yang digadang-gadang sebagaisilicon valley-nya Indonesia itu.
Menurut Amin, sejumlah proyek seperti pembangunan LRT Palembang dan Bandara Kertajati awalnya juga tidak menggunakan anggaran dari negara. Namun, karena sepanjang pembangunan mengalami permasalahan, akhirnya negara terpaksa menyuntikkan modal kepada BUMN atau perusahaan-perusahaan yang belum menyelesaikan proyek tersebut.
“Saat BUMN mengerjakan mega proyek bernilai triliunan rupiah, biasanya mereka menerbitkan surat utang dengan jaminan pemerintah. Karena keuangan BUMN akan mengalami ‘bleeding’ jika tidak menerbitkan surat utang,” jelas Amin AK dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Sabtu (20/5/2023).
Baca Juga: Komisi VI Apresiasi Kinerja BUMN Sukseskan Mudik Lebaran 2023
Politisi Fraksi PKS itu menambahkan agar investor swasta mau membeli surat utang tersebut, maka dibutuhkan jaminan dari pemerintah. Dengan cara itu, swasta yakin jika terjadi masalah dengan proyek, investasi mereka mendapatkan proteksi lewat penjaminan pemerintah.
“Saya khawatir, meskipun proyek Bukit Algoritma sampai saat ini mangkrak, namun investasi sudah dikucurkan. Perlu audit dan investigasi untuk mencegah APBN terseret oleh proyek ini,” kata Amin.
Lebih jauh Amin mengungkapkan, berbagai proyek mangkrak yang ada, itu semua karena buruknya perencanaan. Proyek tidak didukung dengan studi kelayakan atau ‘feasibility studies’ yang dilakukan secara profesional. “Sejak awal, Gubernur Ridwan Kamil sudah mengingatkan kelemahan proyek Bukit Algoritma ini. Tapi peringatan itu dianggap angin lalu,” lanjut Amin.
Konsep silicon valey itu menggabungkan tiga pilar yakni, Universitas dengan kapasitas riset dan inovasi tinggi, industri pendukung yang mendukung inovasi, serta institusi finansial yang siap mendanai proyek riset dan rintisan (start up).
Disinyalir ketiga pilar yang akan menopang keberlangsungan proyek tersebut tidak terwujud. Dalam dua tahun terakhir sejak groundbreaking, tidak ada terobosan riil untuk memenuhi tiga pilar tersebut.
Selain itu, Amin menilai, selain tidak memiliki perencanaan matang, proyek Bukit Algoritma tidak mempertimbangkan situasi nasional maupun global yang dihantam pandemi. Banyak perusahaan besar tumbang terdampak pandemi, apalagi proyek rintisan.
“Untuk mencegah munculnya kerugian negara yang timbul sebagai dampak ikutan kegagalan proyek ini, harus ada audit. BUMN Amarta Karya harus memberi penjelasan kepada publik. Komisi VI DPR akan mendalami masalah tersebut,” pungkas Amin. (bia/rdn)