Jakarta, serayunusantara.com – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Gerindra, Fadli Zon menilai kemakmuran petani adalah syarat untuk kedaulatan pangan. Ia menyampaikan hal itu dalam rangka memperingati Hari Krida Pertanian yang jatuh tiap tanggal 21 Juni. Menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu, sebagai organisasi petani tertua, pihaknya ingin menyuarakan kembali pentingnya isu kedaulatan pangan. Bagi HKTI, kedaulatan pangan lebih utama daripada ketahanan pangan.
“Sebagai bangsa dan negara agraris, kita memang dituntut untuk bisa memproduksi pangan sendiri. Jika kebutuhan pangan 275 juta perut orang Indonesia tidak bisa dicukupi sendiri, ini bisa membahayakan kedaulatan kita sebagai bangsa dan negara. Penjajahan ekonomi dan politik dimulai dari penjajahan perut,” ujar Fadli, Rabu (22/6/2023).
Namun, HKTI punya catatan dalam isu kedaulatan pangan ini. Dalam pandangan HKTI, selama ini, isu kedaulatan pangan masih bias pendekatan produksi, tetapi masih kurang menghiraukan pendekatan aktor. Padahal, pendekatan aktor ini sangat penting. Kita mustahil bisa meraih kedaulatan pangan jika petani kita sendiri tidak berdaulat dan kehidupan ekonominya masih terkebelakang.
“Itu sebabnya, dalam pandangan HKTI, untuk menggapai kedaulatan pangan, kemakmuran petani menjadi syarat mutlak. Jika petani kita makmur, mendapatkan insentif yang cukup, produktivitas mereka pasti meningkat. Hal ini juga akan menarik para pemuda untuk terjun ke sektor pertanian,” ucapnya.
Menurut legislator Gerindra, pendekatan faktor dalam isu kedaulatan pangan ini sejalan dengan semangat Hari Krida Pertanian. Hari besar ini diperingati salah satunya untuk menghormati dan mengenang para tokoh dan para petani-peternak Indonesia. Memakmurkan petani adalah bentuk konkret dari menghormati tokoh-tokoh pertanian kita.
“Sejauh ini kehidupan petani kita memang masih jauh dari makmur. Nilai Tukar Petani (NTP) kita pada Mei 2023 lalu untuk subsektor tanaman ‘hanya” sebesar 104 poin dan untuk peternakan “hanya” 102 poin. Perlu dicatat, subsektor tanaman pangan merupakan subsektor dengan jumlah petani terbanyak. Jika nilai tukarnya hanya sebesar itu, berarti kehidupan petani masih jauh dari makmur. Mereka masih hidup sangat pas-pasan. Ukuran kemakmuran petani adalah jika NTP kita bisa berada di level 120 hingga 130,” tuturnya.
Baca Juga: Dukung KPK Berantas Korupsi, Kemendikbudristek Berpartisipasi dalam PAKU Integritas
Untuk mendorong peningkatan NTP, tambahnya, Pemerintah harus mendukung pentingnya subsidi output, bukan sekadar subsidi input seperti yang sudah ada. Subsidi ouput yang dimaksud adalah penetapan harga yang menguntungkan petani dan jaminan penyerapan gabah oleh pemerintah.
HKTI mendesak agar pemerintah bisa menetapkan dan mensubsidi harga gabah melalui mekanisme HPP (Harga Pembelian Pemerintah) sebesar minimal 30 persen dari biaya pokok produksi. Sebab, selama ini petani kita selalu menghadapi masalah klasik, di mana jika musim panen harga gabah mereka pasti anjlok.
Perbaikan mekanisme subsidi input (benih dan pupuk) menurut HKTI harus disempurnakan sehingga tepat dan efektif. Ini kemudian didukung oleh jaminan pembelian gabah oleh BULOG, daripada impor lebih baik beli dari petani sendiri.
“Jadi, kita harus mengkombinasikan penyempurnaan mekanisme subsidi benih dan pupuk, HPP 30 persen di atas biaya pokok produksi, serta jaminan pembelian oleh BULOG. Ini adalah resep untuk memakmurkan petani yang nantinya akan bermuara pada kedaulatan pangan,” tambahnya.
Selain isu kemakmuran petani, di Hari Krida Pertanian 2023 ini, HKTI juga ingin mengingatkan agar kita waspada dan siaga menghadapi El Nino. Perbaikan waduk, embung, dan irigasi untuk menabung air menjadi kebutuhan mendesak. Juga edukasi mengenai isu iklim kepada para petani harus digencarkan. ***