AJI Indonesia Serahkan Peta Bahaya Kriminalisasi Jurnalis Pakai UU ITE dan KUHP ke Dewan Pers

(Foto: AJI Indonesia)

Jakarta, serayunusantara.com – AJI Indonesia bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti SAFEnet, PPMN, LBH Pers, SEJUK dan SINDIKASI melakukan audiensi dengan Dewan Pers yang diterima langsung oleh Ninik Rahayu selaku ketua, Rabu 5 Juni 2024.

Dalam audiensi ini AJI Indonesia menyampaikan policy brief tentang kriminalisasi terhadap jurnalis dengan menggunakan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam pemetaan policy brief tersebut mencatat beberapa pasal yang digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis. Antara lain Pasal 27 (3) UU ITE, Pasal 28 (2) UU ITE, Pasal 14 UU 1/1946, Pasal 15 UU 1/1946, Pasal 137 (1) KUHP tentang penghinaan presiden, Pasal 310-311 KUHP tentang pencemaran nama baik, pasal lain yang mempengaruhi pokok masalah, misal terkait pembuktian berita bohong. Semua pasal tersebut dapat digunakan secara berlapis.

Tindakan menyertai juga terdapat pada pers mahasiswa atau persma dan non redaksi, seperti Pembekuan organisasi, Penggantian pengurus, Skorsing bermodus penghentian akademik sementara, ancaman drop out serta penganiayaan.

“Persma yang pernah mengalami ini seperti LPM Lintas di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon. Yang mana ketika mereka menulis berita soal IAIN Ambon Rawan Pelecehan, LPM Lintas dibekukan karena pemberitaan tersebut,” ungkap Erick Tanjung, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia.

Tidak hanya itu, tindakan menyertai juga dialami oleh non jurnalis seperti pada Menghabisi penghidupan/dibangkrutkan, PHK sepihak tanpa hak, ancaman kepada buruh lain serta ancaman anonymous melalui alat komunikasi.

Dalam policy brief juga memuat resiliensi dan tantangannya seperti ketersediaan akses bantuan hukum tidak merata dan jaringan yang luas memerlukan upaya lebih besar dalam advokasi jangka panjang.

“Dari hasil resiliensi tersebut kami mengusulkan beberapa rekomendasi seperti penegak hukum perlu terus ditingkatkan pengetahuan dan pemahamannya bahkan hingga tingkat institusionalisasi. Pemantauan dan pembaharuan MoU antara lembaga pers dengan penegak hukum, penyadaran kepada perusahaan media agar dapat melindungi pekerjanya secara optimal, dan memfasilitasi organisasi-organisasi pekerja media agar dapat menjadi wadah gerakan pencegahan dan advokasi,” ujar Erick.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengapresiasi kerja-kerja kolaborasi AJI sebagai konstituen Dewan Pers bersama organisasi masyarakat sipil lain dalam memberikan perlindungan terhadap jurnalis.

“Dewan Pers melalui Komisi Hukum menekankan Judicial Review (JR) terhadap KUHP harus segera dilakukan, dengan JR ini merupakan perlawanan,” kata Ninik.

Baca Juga: Cegah Kaki Melepuh, Jemaah Haji Sebaiknya Lakukan Tips Ini

Sejumlah pasal bermasalah dalam KUHP baru perlu atensi, tidak boleh dibiarkan. “Untuk UU ITE yang baru karena AJI akan mengajukan Judicial Review, jadi ya sudah laporan hasil policy brief ini bisa seperti bedah kasus untuk dapat mengetahui penyelesaiannya seperti apa. Kita lihat pasal apa saja yang digunakan,” tutur Ninik.

Selain itu, terkait dengan advokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis perlu literasi kepada penegak hukum dalam menggunakan UU Pers No 40 tahun 1999. Jadi ketika ada sengketa yang melibatkan jurnalis dapat diselesaikan dengan menggunakan mekanisme UU Pers, melalui Dewan Pers.

Dewan Pers juga menanggapi terkait kasus yang juga kerap dialami oleh persma, menurut Ninik perlu adanya efektivitas MOU antara Ditjen Dikti dan Dewan Pers terkait perlindungan persma.

“Sebagai Ketua Dewan Pers saya merasa malu jika masih terdapat kekerasan yang dialami oleh jurnalis, insan pers, bisa saja berpikir percuma lapor tidak ada tindak lanjut. Tapi gak bisa begitu, perlu effort lagi,” kata Ninik.

Sementara itu, AJI akan membuat panduan pencegahan dan advokasi untuk jurnalis yang terkena kriminalisasi menggunakan UU ITE dan KUHP. Diharapkan panduan ini dapat dibuat secara detail seperti penegakan kode etik, instrumen hukum perlindungan jurnalis dan informasi kontak darurat apabila mengalami kriminalisasi. (aji Indonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *