Blitar, serayunusantara.com – Melansir dari laman Bicara Blitar, Bung Karni atau Sukarni Kartodiwiryo, mungkin nama itu masih asing di telinga. Atau hanya sekilas saja mendengarnya. Itu pun karena keberadaan Taman Sukarni yang ada di Garum, Kabupaten Blitar.
Pemberian nama ‘Sukarni’ pada taman tersebut memang merujuk pada sejarah. Taman ini dibangun untuk mengenang perjuangan Sukarni (Bung Karni) sebagai pejuang kemerdekaan asal Blitar.
Bung Karni lahir di Kelurahan Sumberdiren, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, pada 14 Juli 1916. Dia anak ke 4 dari 9 bersaudara. Ayahnya bernama Kartodiwirjo, ibunya bernama Supiah.
Baca Juga: Loh! Ternyata di Kabupaten Blitar Masih Ada 13 Orang Pasien Covid-19
Darah perlawanan yang dimiliki Sukarni mengalir dari kakeknya di pihak ayah, Onggomerto, seorang pengawal setia Pangeran Diponegoro. Namun, justru ibunya yang menjaga darah perlawanannya tetap mengalir pada diri Sukarni.
Bung Karni terkenal pemberani bahkan terhadap anak-anak Belanda sekalipun. Saat tahun 1930, ia bergabung dengan organisasi Indonesia Muda saat umurnya baru menginjak 14 tahun, empat tahun kemudian ia menjadi ketuanya.
Saat mengenyam pendidikan di MULO, Bung Karni dikeluarkan karena menentang aturan pemerintah Belanda (Ned.Indie). Ia pun pindah ke Jogja lalu Jakarta untuk sekolah guru. Namun atas bantuan kakak bung Karno (ibu Wardoyo) Bung Karni bisa sekolah jurnalistik di Bandung.
Tahun 1942, saat umurnya 26 tahun, sebelum Jepang menguasai Indonesia, Bung Karni tertangkap di Balikpapan dan dijebloskan ke penjara. Namun saat Jepang mendarat mereka dibebaskan bahkan diberi pekerjaan di kantor berita Domei bersama Adam Malik.
Setahun berselang, pada Tahun 1943, bersama Chairul Saleh, Bung Karni memimpin Asrama Pemuda di Menteng 31. Di tempat itu Bung Karni terus menggembleng para pemuda untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Menteng 31 dikenal sebagai salah satu pusat kegiatan penting yang melahirkan tokoh Angkatan 45. Banyak tokoh pejuang kemerdekaan yang diorbitkan dari tempat tersebut.
Dari sekretariat tersebutlah Bung Karni bersama tokoh golongan muda lainnya merencanakan penculikan Bung Karno dan Bung Hatta. Penculikan tersebut berjalan lancar karena mendapat dukungan dari komandan PETA di Jakarta dan Purwakarta.
Kejadian yang paling mengenang nama Bung Karni ialah saat 16 Agustus 1945 dini hari. Waktu itu, para pemuda sudah tiba di rumah Sukarno. Mereka lalu meminta Sukarno, Fatmawati dan Guntur untuk ikut ke Rengasdengklok.
Di sana para pemuda mendesak Sukarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia karena Jepang telah menyerah pada Sekutu.
Setelah saling berunding dan Sukarno mendapat masukan para ulama maka disepakati proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia berhasil dikumandangkan, Bung Karni bahu membahu bersama kelompok pemuda lainnya dalam meneruskan berita tentang kemerdekaan. Bung Karni pun membentuk Comite Van Aksi (semacam panitia gerak cepat) untuk menyebarkan berita proklamasi di seluruh Nusantara.
Atas jasa jasanya Sukarni diberi penghargaan Pahlawan Nasional Indonesia yang disematkan Presiden Joko Widodo, pada 7 November 2014 kepada perwakilan keluarga.
Sukarni wafat pada 7 Mei 1971 di Jakarta, jasadnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. (ruf)