Blitar, serayunusantara.com – Muhammadiyah secara tegas mendorong para kadernya untuk terjun ke sektor profesional seperti kesehatan, pendidikan, dan ekonomi sebagai wujud “Jihad Iqtisadiyah” (Jihad Ekonomi).
Gerakan ini merupakan implementasi modern dari makna santri, yang tidak lagi dibatasi pada mereka yang menempuh pendidikan di pondok pesantren tradisional, melainkan mencakup setiap Muslim yang berkhidmah kepada umat melalui keahliannya.
Bagi Muhammadiyah, mengurus rumah sakit, sekolah, atau bahkan bank adalah bagian integral dari dakwah dan esensi kesantrian itu sendiri.
Paradigma ini dijelaskan oleh Ustaz Arifudin Widhianto dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Blitar, yang menyebut bahwa untuk urusan diniah (agama) sudah final, namun untuk urusan dunia, umat Islam harus berlomba menjadi yang terdepan.
Baca Juga: Longsor di Desa Sumberurip Doko Blitar Tertangani, Akses Jalan Utama Kembali Terbuka
Dalam podcast di kanal youtube Bakul Kumpo, Minggu, 26 Oktober 2025, ia menegaskan bahwa strategi ini berakar pada visi K.H. Ahmad Dahlan.
“Santri adalah mujaddid (pembaharu). Dokter, guru, atau insinyur adalah santri selama mereka meniatkan profesinya untuk dakwah dan kemaslahatan umat,” ujarnya.
Langkah strategis ini diambil untuk memastikan kemandirian dan daya saing amal usaha (AUM) Muhammadiyah, yang menjadi tulang punggung pelayanan masyarakat.
Di Blitar, fokus pada jihad ekonomi ini bertujuan memberdayakan kader agar mampu menopang lembaga pendidikan dan kesehatan secara mandiri.
Meski memiliki model perjuangan yang berbeda, Arifudin menutup dengan seruan ukhuwah ‘ormas’-iyah, mengajak santri dari berbagai latar belakang, termasuk NU, untuk berkolaborasi membangun bangsa. (Serayu)










