Pembacaan putusan di kantor Balai Desa Tanen, sebelum dilaksanakan eksekusi.(Foto: Achmad Zunaidi/Serayu Nusantara)
Tulungagung, serayunusantara.com – Putusan eksekusi tanah waris oleh Pengadilan Agama (PA) Tulungagung dianggap keliru oleh salah satu perwakilan ahli waris, Maizir Muqtafi. Sebab, terdapat objek yang tidak jelas dan juga telah diterbitkan serifikat baru sebelum eksekusi.
“Sehingga, putusan Pengadilan Agama Nomer 2854/Pdt G/2022/PA.TA tertanggal 29 Juni 2022 harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum dilakukan eksekusi pembagian,” ungkapnya usai pembacaan putusan eksekusi tanah waris oleh Panitera PA Tulungagung di kantor balai Desa Tanen, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (22/8/2023) pagi.
Kemudian tergugat Maizir dalam perkara ini menegaskan, bahwa ke empat saudaranya yakni Zainudin Maliki, Imam Safi’i, Zaenal Arifin dan Nihayatul Khoiriah dianggap tidak kooperatif terhadap putusan PA Tulungagung sejak awal, sehingga menyebabkan permasalahan menjadi berlarut-larut.
Padahal, kata dia, keempat saudaranya tersebut pernah diundang 4 kali ke Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Tulungagung untuk penandatanganan formulir pembagian tanah warisan yang telah disediakan oleh BPN setempat, namun keempat saudaranya tidak pernah hadir.
“Sesungguhnya merekalah yang nyata-nyata tidak mau melaksanakan putusan pengadilan secara suka rela, dan seharusnya dilakukan upaya paksa oleh mereka,”
“Ironisnya lagi, justru PA Tulungagung malah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada saya dan beberapa saudara yang lain disebut sebagai perkara antara Imam Safi’i melawan saya Maizir Muqtafi. Padahal beliau sudah meninggal tahun lalu,” protes Muizir.
Sementara Jurusita PA Tulungagung, Nurul Mujahidin mengatakan, soal protes yang diajukan penggugat sebaiknya diajukan ke kantor. Dalam hal ini pihaknya hanya melakukan perintah saja.
“Masalah ini nanti di kantor. Kami hanya melaksanakan dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Jadi kalau mau mengajukan perlawanan, monggo ke kantor,” kata Nurul Mujahidin.
Di tempat yang sama, Kepala Desa Tanen, Sucipto mengungkapkan bahwa menurut ahli waris, salah satu fisiknya (tanah) tidak ada. Katanya lagi, mestinya BPN sebelum menentukan atau mencatat mengukur terlebih dahulu obyeknya.
“Jadi satu bagian untuk satu orang ahli waris itu fisiknya tidak ada. Tanah itu dijual oleh orang tua ahli waris, itu tahun 1999. Saya tahu geger seperti ini setelah saya lihat di buku letter C. Di situ diketahui sudah dipindahtangankan (dijual) kepada orang lain dan sudah bersertifikat juga. Nah, jadi satu bagian itu obyeknya sudah tidak ada,” kata Sucipto.
“BPN itu ke sini hanya melihat tempatnya saja. Ada di sana sana tapi tidak diukur. Jadi kurang pas lah, kurang valid. Mestinya BPN ke sini itu dibagi sekalian diukur. Fisiknya ada apa ndak kan tahu kalau diukur. Jadi tanah itu dibagi tapi luasannya masih pakai yang lama, sebelum salah satu petak dijual orang tuanya,” sambung Sucipto.
Baca Juga: Mahasiswa Tulungagung Demo di DPRD, Desak Tranparansi Pj Bupati
Untuk diketahui, sedikitnya 11 ahli waris berebut 12 lahan di Dusun Purwodadi RT002/RW008, Desa Tanen, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung. Mereka, ke 11 ahli waris itu terbagi dalam dua kubu. Satu kubu berkekuatan 7 orang. Kubu lainnya hanya 4 orang.
Rebutan lahan senilai kurang lebih Rp 4 miliar ini antara ahli waris yang berprofesi sebagai petani murni yaitu Maizir Muqtafi bin Syahri dengan ahli waris yang saat ini masih aktif sebagai anggota DPR RI, Zainuddin Maliki bin Syahri.
Harta warisan yang diperebutkan itu peninggalan kedua orang tua mereka (Almarhum) H Syahri dan (Almarhumah Hj Siti Muawanah.
Eksekusi tanah siang itu mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Setidaknya 80 personel gabungan Polres Tulungagung dan Polsek Rejotangan diterjunkan. Selain itu juga anggota Koramil juga ikut mengamankan jalannya eksekusi. (ek/Jun)