Politisi Gerindra Fadli Zon. (Foto: Gerindra)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Gerindra, politisi Gerindra Fadli Zon menyampaikan apresiasinya kepada Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) sebagai organisasi tani tertua di tanah air.
Hal ini menanggapi dari hari ulang tahun HKTI yang ke-50 pada Kamis 27 April 2023. Diketahui organisasi ini didirikan pada 27 April 1973 lalu itu merupakan hasil fusi dari empat belas organisasi tani yang ada di Indonesia pada saat itu. Dengan usia setengah abad itulah.
Fadli Zon mengatakan, dari awal berdirinya HKTI ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani serta mendorong sektor pertanian sebagai basis pembangunan nasional.
Sebab dirinya menilai, pada umur yang setengah abad ini HKTI terus menunjukan komitmennya untuk selalu menyuarakan aspirasi petani Indonesia. Kamis (27/04/2023).
“Sejak awal pendiriannya, HKTI dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, serta mendorong sektor pertanian sebagai basis pembangunan nasional. Di usia pergerakannya yang persis setengah abad ini, HKTI ingin terus menunjukkan komitmennya untuk tidak pernah berhenti menyuarakan aspirasi petani Indonesia,” Kata Fadli Zon.
Baca Juga: Peringati 50 Tahun Hubungan Bilateral Indonesia-Korea, KBRI Seoul Gelar Indonesia Week di BUFS
Kemudian Fadli mengungkapkan, walaupun petani sering dipuji sebagai tulang punggung perekonomian negara ini. Akan tetapi, kenyataannya tingkat kesejahteraan petani Indonesia masih sangat rendah.
Sebab dirinya menilai, dalam sepuluh tahun terakhir, misalnya, baru pada tahun 2022 lalu Nilai Tukar Petani (NTP) bisa melampaui NTP tahun 2013.
“Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, kita perlu mendorong para petani bisa menciptakan nilai tambah. Namun, sebelum itu dilakukan, kebutuhan sarana dan prasarana pertanian untuk para petani harus tercukupi terlebih dahulu,” tuturnya.
Fadli menerangkan, Nilai tambah tersebut memang merupakan isu utama kesejahteraan petani. Dari sisi produksi, petani Indonesia ke depan tak boleh hanya mengerjakan pertanian di level on farm saja, namun harus juga menguasai off farm.
Sementara, dari sisi sumber daya manusia, petani kita juga harus mampu mengembangkan diri menjadi seorang entrepreneur dalam bidang agribisnis.
“Selama ini kita memang luput membangun para entrepreneur, karena pemerintah kita lebih suka menggantungkan motor pembangunan di tangan para konglomerat. Padahal, kalau kita belajar dari pengalaman Korea Selatan, yang berhasil mentransformasi petaninya menjadi entrepreneur, para petani kita mungkin bisa semaju Korea Selatan,” imbuhnya.
Menurut dirinya, persoalan itu yang seharusnya mendorong Indonesia menerima gagasan pentingnya mentransformasikan petani kita menjadi seorang entrepreneur, atau tepatnya seorang agripreneur.
Jika Indonesia berhasil mentransformasi petani menjadi pengusaha, maka tinggal selangkah lagi bisa menciptakan Samsung versi Indonesia, Hyundai versi Indonesia, atau LG versi Indonesia.
“Itu sebabnya pembangunan ekonomi kita ke depan harus lebih memperhatikan manusia petani dan transformasi petani menjadi entrepreneur. Meminjam pepatah Polandia, ‘jika petani miskin, maka seluruh negeri juga akan jatuh miskin. Jika Indonesia tak ingin menjadi bangsa paria, maka yang pertama-tama harus ditolong adalah para petani kita. Petani adalah kunci kemakmuran negeri! Dirgahayu HKTI!” tutupnya. ***