Fenomena La Nina Sedang Melanda, Petani Didorong Tanam Tembakau yang Punya Daya Terhadap Hujan

Blitar, serayunusantara.com – Selama dua tahun terakhir, Negara Indonesia dilanda fenomena alam yang kurang bersahabat. Setelah tahun lalu dihantui El Nino, tahun ada fenomena La Nina yang menjadi momok bagi para petani.

La Nina sendiri ialah salah satu fenomena alam yang terjadi secara periodik di Samudera Pasifik. Fenomena ini menyebabkan suhu muka laut di wilayah tersebut mengalami penurunan, sehingga udara terasa lebih dingin dari biasanya.

Selain itu, La Nina juga berdampak pada curah hujan yang lebih tinggi dari rata-rata, sehingga dapat menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan angin kencang.

Kepala Bidang (Kabid) Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Blitar Lukas Supriyatno mengatakan, dalam situasi Negara Indonesia dilanda La Nina, petani tembakau harus menyikapinya dengan bijak. Itu dilakukan agar petani tidak merugi.

Lukas menjelaskan, tanaman tembakau merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap kondisi hujan ataupun lahan dengan kadar air terlalu, sehingga harus ada pemilihan varietas tembakau yang tahan terhadap fenomena La Nina.

“Sehingga kita harus pandai-pandai memilih komoditasnya, kemudian setiap komoditas memiliki varietas yang berbeda. Karena tidak mungkin ada varietas yang tahan terhadap segalanya, itu tidak mungkin,” katanya, Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Juga: Bantu Irigasi Pertanian, Jumlah RJIT di Kabupaten Blitar Tiga Tahun Terakhir Selalu Meningkat

Kabid Perkebunan DKPP Kabupaten Blitar, Lukas Supriyatno. (Foto: Reyda Hafis/Serayu Nusantara)

Lukas menyebut, ada varietas yang tahan terhadap hama penyakit, kekeringan, maupun terhadap terpaan hujan. Sehingga petani harus pandai-pandai dalam memilih komoditas dan varietasnya.

“Sehingga nanti DKPP Kabupaten Blitar akan mengarahkan petani kira-kira mana varietas yang tahan terhadap hujan. Jadi peluang petani merugi akan menjadi semakin kecil,” ungkapnya.

Tak lupa, Lukas juga mendorong terkait irigasi lahan yang dioptimalkan. Kemudian pembuatan gulutan di lahan harus lebih tinggi dibandingkan saat curah hujan masih rendah.

“Apabila ada hujan, air ini akan segera menghilang. Sehingga Tidka menggenang di lahan yang ditanami komoditas pertanian maupun perkebunan,” ujarnya. (adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *