Hapuskan Eksploitasi Seksual Anak di Kawasan ASEAN, Kemen PPPA Lakukan Kolaborasi Lintas Sektor

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar pada acara Konferensi di Denpasar, Bali. (Foto: KemenPPPA RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, eksploitasi seksual anak dapat ditelusuri dari transaksi keuangan yang mencurigakan sebagai deteksi awal. Oleh karenanya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong penghapusan eksploitasi anak di kawasan ASEAN melalui kolaborasi lintas sektor dengan turut memanfaatkan penelusuran pada layanan penyedia jasa keuangan mulai dari transfer, penggunaan dompet digital, hingga kripto.

“Kemen PPPA mendorong penghapusan eksploitasi seksual anak di kawasan ASEAN melalui kolaborasi lintas sektor dengan melibatkan organisasi tingkat nasional dan regional. Kemen PPPA bersama dengan ECPAT Indonesia, Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi  (ASPERHUPIKI), Down to Zero dan ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) melakukan kajian pemetaan kondisi eksploitasi anak dengan menyelenggarakan ASEAN Conference The Prevention and Response to The Misuse of Financial Service Providers in Child Sexual Exploitation (CSE) dalam rangka mengidentifikasi faktor pemicu terjadinya kekerasan dan menyusun solusi kolektif yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanganinya sesuai kewenangan masing-masing pihak,” kata Nahar pada acara Konferensi dilaksanakan pada tanggal 7 – 8 Agustus 2024 di Denpasar, Bali

Pada pertemuan tersebut hadir pemangku kepentingan dari lingkup pemerintah dan kepolisian, perwakilan negara anggota ASEAN, sektor perbankan, fintech, lembaga pemerhati anak serta akademisi bidang hukum dan kriminologi dari seluruh Indonesia hadir untuk memberikan pandangan, berbagi informasi dan menyusun langkah untuk menanggulangi kasus eksploitasi seksual anak yang melibatkan sektor penyedia jasa keuangan.

“Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), sepanjang tahun 2023 hingga bulan Juni 2024, terdapat 15,186 anak yang menjadi korban kekerasan seksual dan 366 korban eksploitasi seksual,” kata Nahar.

Sementara itu, Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan  (PPATK), Natsir menyebutkan setidaknya terdapat 44 laporan transaksi mencurigakan yang dilaporkan sejak 2014 hingga semester satu tahun 2024. Berdasarkan hasil penelusuran dan analisis PPATK, ditemukan bahwa laporan tersebut berkaitan dengan eksploitasi seksual anak, pornografi dan TPPO.

Baca Juga: Menteri PPPA Tekankan Kolaborasi Kunci Keberhasilan Implementasi KRPPA

“Jumlah prostitusi anak diduga mencapai 24.049 anak pada rentang usia 10-18 tahun. Sedangkan frekuensinya mencapai 130.812 transaksi dengan nilai perputaran uang mencapai 127 miliar,” kata Natsir.

“Melihat perbandingan antara data yang disampaikan oleh PPATK dengan SIMFONI PPA, maka perlu dipastikan kebutuhan tindaklanjut penanganan dan pendampingan terhadap anak-anak yang terlibat atau menjadi korban. Kami mengharapkan anak-anak korban ini mendapatkan layanan pendampingan yang komprehensif dan terintegrasi” ujar Nahar.

Nahar menuturkan, bisa jadi ada kaitan antara tindak pidana pencucian uang dengan eksploitasi seksual anak sehingga perlu ditelusuri lebih lanjut.

“Data yang ada belum sepenuhnya menggambarkan masalah yang ada. Banyak transaksi yang mungkin tidak terdeteksi karena sektor keuangan di Indonesia belum memprioritaskan masalah eksploitasi seksual anak dalam upayanya untuk memberantas pencucian uang. Penyedia jasa keuangan belum sepenuhnya menyadari kebutuhan penting untuk menangani eksploitasi seksual anak sebagai perhatian utama dalam menangani kejahatan asal yang terkait dengan pencucian uang,” ungkap Nahar.

Nahar menambahkan di samping mekanisme pembiayaan eksploitasi seksual anak yang menjadi sorotan, keterlibatan jaringan pelaku dan pengguna yang rapi dan lintas negara juga menjadi perhatian dalam pertemuan ini. Oleh karenanya, perlu ada komitmen penyedia jasa keuangan dan kerjasama regional dalam memberantas kasus eksploitasi seksual anak.

Baca Juga: Menteri PPPA Apresiasi Pemerintah Kab. Minahasa atas Komitmen Pencanangan DRPPA

Dalam pertemuan ini juga dirumuskan beberapa poin rekomendasi bagi anggota ASEAN dan pihak lain yang terlibat yaitu:

  1. Memperkuat penerapan kerangka kerja global dan regional serta memastikan bahwa undang-undang dan kebijakan nasional selaras dengan kerangka kerja, kebijakan, dan standar global.
  2.  Meningkatkan upaya deteksi dan pelaporan penyalahgunaan penyedia layanan keuangan dalam CSE
  3. Meningkatkan kesadaran industri, pemangku kepentingan, investor, dan pihak terkait tentang penyalahgunaan penyedia layanan keuangan dalam Eksploitasi Seksual anak
  4. Memperkuat upaya kolaboratif multi sektor, lintas sektor dan lintas batas.
  5. Memberikan kesempatan dan kepercayaan pada anak-anak untuk terlibat aktif, menyusun, mengimplementasikan serta menjadi aktor kunci dalam upaya penghapusan eksploitasi seksual anak. Anak-anak harus diberdayakan sebagai pemegang hak, bukan hanya subjek layanan atau intervensi.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *