Blitar, serayunusantara.com – Pesona pasir putih Pantai Pasetran Gondo Mayit di Desa Tambak, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, mendadak ternodai isu serius. Kawasan sepadan pantai yang sejatinya masuk wilayah kelautan dan kehutanan itu diduga diperjualbelikan kepada pihak perorangan.
Pantauan di lapangan menunjukkan, di sisi timur pantai telah berdiri plengsengan dari tumpukan batu. Warga menduga pembangunan tersebut bukan sekadar penataan, melainkan bagian dari proses jual-beli lahan yang kini berpindah ke tangan pribadi.
Pemerhati lingkungan dari Universitas Brawijaya, Setya Nugroho, mengecam praktik tersebut.
“Kalau dugaan ini benar, aparat penegak hukum dan dinas terkait wajib turun tangan. Transaksi atas kawasan bibir pantai jelas menyalahi aturan. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi perampasan hak publik. Kasus ini harus jadi peringatan agar tidak ada lagi pihak seenaknya memperjualbelikan wilayah pesisir,” tegasnya, Senin (29/9/2025).
Baca Juga: Hasil Seleksi Administrasi Sekda Kabupaten Blitar, Lima Nama Lolos Satu Gugur
Warga sekitar pun mengaku kaget sekaligus heran dengan adanya transaksi misterius itu.
“Saya dengar tanah di sini memang dibeli orang, Pak. Yang bangun plengsengan itu katanya orang kaya kerja di luar negeri. Tapi siapa yang menjualnya, saya tidak tahu,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.
Warga lain menambahkan, praktik tersebut bahkan coba dibungkus dengan dalih pemekaran muara.
“Alasannya dipisah karena ada sungai. Tapi anehnya kok bisa dijual? Apa ada izinnya?” sindirnya.
Baca Juga: SPPG Belum Rampung, Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar Sebut Belum Ada Arahan Soal MBG
Hingga kini, pihak Desa Tambak belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan jual-beli kawasan pantai itu. Namun publik menuntut jawaban: bagaimana mungkin lahan lindung yang diatur undang-undang bisa berpindah kepemilikan?
Menurut regulasi, kawasan pesisir tidak bisa diperjualbelikan bebas. Aturannya tegas termaktub dalam: UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Permen ATR/BPN No. 13 Tahun 2021 tentang Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
Baca Juga: Harga Daging Ayam di Pasar Garum Blitar Bertahan Rp37 Ribu, Ibu Rumah Tangga Cari Alternatif Masakan
Hak atas tanah di kawasan pantai hanya bisa diberikan dalam bentuk Hak Pakai atau HGB untuk kepentingan publik, dan itu pun harus melalui izin resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Jika transaksi ini benar terjadi, maka bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merampas hak masyarakat atas ruang hidup di kawasan pesisir,” pungkas Setya Nugroho.(Jun)