Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati. (Foto: KemenPPPA RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memberikan perhatian khusus terhadap viralnya kasus di media sosial seorang ibu yang kini menjadi tersangka akibat membuat konten melecehkan anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun di Tangerang Selatan, yang setelah dilakukan penyelidikan terungkap hal tersebut dilakukan atas perintah orang lain di Facebook dan dijanjikan uang sebesar Rp15 juta.
Menyoroti fenomena tersebut, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati menyampaikan pihaknya turut prihatin atas apa yang terjadi dimana seorang ibu harusnya berperan sebagai pelindung dan memberikan rasa aman malah menimbulkan trauma bagi anak.
“Tentunya peristiwa ini menimbulkan rasa shock dan menjadi pertanyaan bagi banyak pihak, mengapa ada orangtua yang tega melakukan pencabulan ke anak kandungnya. Namun, ada banyak sekali faktor yang melatarbelakangi aksi tersebut, mulai dari desakan ekonomi, masalah kecanduan (seperti alkohol, narkoba, pornografi), kekerasan dalam rumah tangga, hingga gangguan jiwa yang diidap orangtua” ujar Ratna.
Ratna mengatakan melihat banyaknya faktor penyebab terjadinya tindakan asusila ibu terhadap anaknya ini harus dilihat secara lebih komprehensif. Dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh ibu R adalah atas ancaman pemilik akun Facebook yg bernama IS, sehingga pihak kepolisian harus mengungkap pelaku utama yang kini DPO tersebut. Selain itu penyidk juga harus menemukan orang yang mendistribuskan video eksploitasi seksual anak tersebut sehingga menemukan pelaku yang memenuhi unsur Pasal 27 ayat 1 jo pasal 46 ayat 1 UU ITE yaitu mendistribusikan dan atau mentransmisikan dokumen elektronik yang mengandung pelanggaran kesusilaan.
“Apresiasi tentu kami sampaikan kepada Kepolisian yang merespon cepat yang dilakukan oleh ibu R, namun tentunya dalam penanganan kasus ini perlu pendalaman yang lebih komprehesif sehingga pembuktian hukum kepada pemilik akun facebook IS bisa terungkap secara terang benderang dan memberilan sanksi hukum kepada akun tersebut. Selain itu, berdasarkan aturan DP2AP3KB Kota Tangerang Selatan juga wajib memberikan pendampingan baik terhadap ibu R (22) dan anaknya sebagai korban,” ujar Ratna.
Baca Juga: Menteri PPPA Ajak Perempuan Menginspirasi Perempuan
Ratna menambahkan menurut pasal 48 KUHP seseorang yang melakukan tindak pidana dengan daya paksa, maka orang tersebut tidak dipidana. Oleh karena itu penyidik harus menemukan pemilik akun Facebook IS untuk memastikan ada atau tidak daya paksa tersebut.
“Dalam konteks yang lebih luas sebuah sindikasi eksploitasi seksual anak sebagai kejahatan yang terorganisir acap kali melakukan berbagai tipu muslihat, ancaman dan kekerasan agar seseorang melakuan kejahatan seksual pada anak. Eksploitasi seksual anak ini merupakan kejahatan bukan saja menjadikan anak sebagai objek seksual, tetapi ada motif lain yaitu mendapatkan keuntung uang yang luar biasa. Jika dalam hasil penyidikan tebukti ibu R merupakan korban dari sindikat kejahatan seksual anak, sehingga posisinya tidak bisa ditempatkan sebagai pelaku tetapi sebagai korban,” ungkap Ratna.
Ratna mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap hari kian meningkat dan penanganannya kurang maksimal antara lain sumber daya manusia (SDM) dan anggarannya yang terbatas. “Mudah-mudahan dengan dibentuknya direktorat khusus untuk pelayanan perempuan dan anak di kepolisian, berbagai macam kasus perempuan dan anak dapat membantu dalam penanganan kasus-kasus menjadi lebih baik, perempuan berdaya anak terlindungi indonesia maju,” ujar Ratna.
Pada kesempatan ini, Ratna juga mengajak masyarakat yang melihat, mendengar, mengetahui, serta mengalami segala bentuk kasus kekerasan, termasuk kekerasan seksual, dapat segera melaporkannya kepada Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Kemen PPPA melalui hotline 129 atau Whatsapp 08-111-129-129.
Berkaca dari kasus ini, Ratna mengatakan kasus ini menjadi sebuah pengingat akan pentingnya literasi publik dan edukasi kepada masyarakat tentang penggunaan internet dalam hal ini media sosial yang benar dan sehat sehingga baik perempuan maupun anak tidak terjebak dalam kasus serupa yang terjadi terhadap ibu R. Edukasi dan diseminasi terkait penggunaan media sosia yang aman dan sehat bukan hanya tanggungjawab Pemerintah namun seluruh pihak dengan melibatkan multistakeholder sesuai tugas dan fungsi masing-masing termasuk juga masyarakat sebagai pengguna media sosial.***