Kemen PPPA: Pemerintah Perjuangkan Kesetaraan Gender melalui RPJPN 2025 – 2045

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna dalam dialog publik dan peluncuran buku karya Ninik Rahayu berjudul “Konstruksi Diskriminatif: Tantangan Politik Hukum Afirmasi Selektif untuk Perempuan di Indonesia”. (Foto: KemenPPPA RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025 – 2045 dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 yang ditetapkan pada 13 September 2024 diharapkan akan membawa kemajuan bagi kesetaraan gender. Dalam RPJPN tersebut pemerintah juga memberi ruang  bagi pembangunan yang inklusif, khususnya terkait perempuan, perlindungan anak, dan kebudayaan. Kesetaraan gender di Indonesia menurut Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna harus terus diperjuangkan agar kesempatan dan akses yang sama juga diperoleh perempuan dan anak yang jumlahnya dua pertiga dari total 270 juta jiwa penduduk Indonesia.

“Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 jumlah penduduk perempuan berkisar 49,42% (sekitar 133 juta jiwa), sedangkan jumlah anak-anak sebesar sebesar 31,8% dari total penduduk (sekitar 81 juta jiwa).  Oleh karena itu, penting untuk memastikan mereka memiliki akses yang sama terhadap sumber daya, kesempatan, dan pengambilan keputusan. Kekayaan sumber daya alam yang melimpah tidak akan berarti jika tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas, terutama perempuan,”ujar Ratna dalam dialog publik dan peluncuran buku karya Ninik Rahayu berjudul “Konstruksi Diskriminatif: Tantangan Politik Hukum Afirmasi Selektif untuk Perempuan di Indonesia”, pada Senin (23/9).

Ratna menyebutkan masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam kesetaraan gender. Kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang masih marak terjadi, terus menjadi persoalan serius yang memerlukan perhatian khusus. Meski sudah ada berbagai upaya dan kebijakan untuk mengatasi isu ini, kenyataannya masalah tersebut belum sepenuhnya terselesaikan.

“Hingga saat ini kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi persoalan serius dan harus mendapat penanganan yang baik. Untuk mengetahui gambaran kasus yang menimpa perempuan dan anak di Indonesia, pemerintah melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR). Dalam survei tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan telah menurun, meski penurunan tersebut relatif kecil. Namun, keberanian korban untuk melapor telah meningkat, berkat kampanye “Dare to Speak Up” dan terbukanya akses layanan pengaduan. Tahun ini kedua survei yaitu SPHPN dan SNPHAR kembali dilakukan untuk mendapatkan kembali prevalensi kekerasan dan data-data lainnya yang nantinya untuk mendukung kebijakan dan program Kemen PPPA,” kata Ratna.

Baca Juga: Menteri PPPA Dorong Forum GenRe Lebih Aktif Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Indonesia

Ratna juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender. Pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat, media massa, dan kementerian/lembaga lainnya harus bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut.

Buku karya Ninik Rahayu diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran yang berharga dalam upaya memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia. Buku ini mengupas tuntas konstruksi diskriminatif yang masih terjadi dan tantangan dalam mewujudkan politik hukum afirmasi yang berkeadilan bagi perempuan.

“Saya mengapresiasi Ibu Ninik Rahayu atas pemikiran-pemikirannya yang luar biasa, yang dituangkan dalam buku ini. Dengan semangat yang sama, mari semua pihak terus berjuang mewujudkan kesetaraan gender. Kesetaraan gender bukan hanya sebuah mimpi, tetapi sebuah kenyataan yang harus kita perjuangkan bersama-sama,”pungkas Ratna.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *