Kemenkes RI Hasilkan 12 Rekomendasi Kebijakan terkait Telekesehatan di Indonesia

Staf Ahli bidang Teknologi Kesehatan sekaligus Chief of DTO Kemenkes RI Setiaji dalam acara Konferensi Pers ‘Pengumuman Pemberian Rekomendasi pada Program Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan’. (Foto: Kemenkes RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenkes RI, Pertumbuhan industri digital kesehatan, khususnya di bidang telekesehatan, semakin pesat pascapandemi COVID-19. Di sisi lain, hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah dalam membentuk kebijakan untuk menentukan standar kualitas pelayanan yang harus dipenuhi oleh pelaku industri teleksehatan di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Staf Ahli bidang Teknologi Kesehatan sekaligus Chief of Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Setiaji dalam acara Konferensi Pers ‘Pengumuman Pemberian Rekomendasi pada Program Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan’ yang digelar secara daring pada Jumat, 3 Mei 2024.

“Tidak dapat dimungkiri, kemajuan inovasi akan lebih cepat dibandingkan dengan lahirnya sebuah kebijakan. Di sisi lain, inovasi harus memenuhi standar dan kepatuhan untuk menjamin mutu dalam rangka pelindungan masyarakat. Regulatory Sandbox jadi solusi dalam menjawab tantangan untuk memastikan inovasi dilakukan sesuai standar yang berlaku,” kata Setiaji.

Selain sebagai mekanisme pengujian dan penilaian standar dan kepatuhan, program Regulatory Sandbox Klaster Teleksehatan yang dilaksanakan sejak 3 April 2023 ini juga dimanfaatkan untuk merumuskan panduan dan rekomendasi kebijakan yang berbasis pada bukti.

Hasilnya, ada 12 (dua belas) rumusan pedoman dan rekomendasi yang telah disusun. Di antaranya terkait mekanisme pengawasan, mutu pelayanan, keselamatan pengguna, keamanan data, dan lainnya. Hal tersebut akan digunakan untuk proses penyelarasan dalam penyusunan regulasi ke depan, khususnya terkait telekesehatan.

Baca Juga: Kemenkes – Alodokter Lakukan Kerja Sama di Sektor Digital Kesehatan

“Diharapkan, hal ini dapat membantu pemerintah dalam menerapkan standar dari segala aspek di layanan telekesehatan. Sehingga industri dapat memberikan manfaat yang lebih optimal, hingga masyarakat sebagai pengguna layanan dapat terlindungi,” jelas Setiaji.

Pemberian Rekomendasi dan Status ‘Dibina’

Setelah melewati tahapan akhir untuk melakukan penyesuaian pada aspek layanan dan tata kelola, Kemenkes RI secara resmi mengumumkan 6 (enam) penyelenggara inovasi digital kesehatan (IDK) yang berhasil mendapatkan rekomendasi penuh dan status ‘Dibina’ pada program Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan.

Enam penyelenggara IDK tersebut, yaitu Good Doctor, Halodoc, Alodokter, Sirka, Sehati TeleCTG, dan Naluri. Selanjutnya, enam penyelenggara IDK tersebut akan mendapatkan pembinaan dari Kemenkes RI serta berhak menggunakan logo ‘Dibina oleh Kementerian Kesehatan RI’ pada media publikasi yang diterbitkan.

“Penyelenggara IDK terpilih tersebut diharapkan menjadi contoh bagaimana sebuah inovasi teknologi dijalankan, sehingga dapat menginspirasi lainnya untuk menerapkan standar yang sama atau lebih baik. Dengan demikian, inovasi yang dihadirkan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat,” kata Setiaji.

Enam penyelenggara IDK ini telah mengikuti seluruh tahap pengujian Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan mulai dari status ‘Tercatat’, ‘Diawasi’, hingga kini meraih status ‘Dibina’.

Baca Juga: Kemenkes, UNDP, dan WHO Luncurkan Green Climate Fund

Dalam melaksanakan Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan, Kemenkes RI didukung oleh Kedutaan Besar Inggris Jakarta, Think Policy, dan Instellar Indonesia sebagai mitra pelaksana (implementing partner).

Rencana Tindak Lanjut

Setelah sukses pada gelaran perdananya, Kemenkes RI berencana untuk melakukan perluasan cakupan pengujian inovasi digital kesehatan melalui kebijakan Sandbox Kesehatan.

Berbeda dengan sebelumnya yang hanya menguji lingkup standar dan kepatuhan (regulatory), ke depan program ini juga akan mencakup pemanfaatan produk dan layanan inovasi digital kesehatan yang telah ada (Industrial Lab) dan pengembangan inovasi digital kesehatan baru (Innovation Lab).

“Kami berharap pengembangan ini nantinya akan menghasilkan produk sandbox yang lebih luas, berupa rekomendasi dan kebijakan, perluasan pemanfaatan, hingga melahirkan inovasi-inovasi baru di bidang layanan kesehatan,” ujar Setiaji.

Berbeda dengan sebelumnya yang ditujukan pada satu klaster yaitu telekesehatan, Program Sandbox Kesehatan akan dilaksanakan terhadap pelbagai klaster inovasi lain sesuai tren perkembangan industri inovasi digital kesehatan yang ada di di Indonesia.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *