Ketua PC PMII Blitar Kecam Tayangan “Xpose Uncensored” Trans7 yang Dinilai Cemarkan Citra Pesantren

Blitar, serayunusantara.com – Di tengah derasnya arus informasi dan dinamika pemberitaan di ruang publik, peran media massa seharusnya menjadi peneguh objektivitas dan penjaga kepercayaan masyarakat.

Namun, ketika kebebasan pers dijalankan tanpa disertai tanggung jawab etis, yang muncul justru kegaduhan dan kesalahpahaman di tengah umat.

Kondisi inilah yang kini mendapat sorotan tajam dari Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Islam Indonesia (PC PMII) Blitar, M. Riski Fadila setelah tayangan “Xpose Uncensored” milik Trans7 menimbulkan keresahan luas di kalangan santri, alumni, dan masyarakat pesantren.

Menurutnya, konten tersebut tidak hanya mencederai citra pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga mencerminkan lemahnya penerapan etika jurnalistik oleh media arus utama.

Seperti yang diketahui publik bahwa seluruh santri, alumni dan warga pesantren menyuarakan kegeraman serta kekecewaan mendalam atas tayangan “Xpose Uncensored” yang disiarkan oleh stasiun televisi nasional Trans7.

Program tersebut menyoroti kehidupan di Pondok Pesantren Lirboyo dengan cara yang dinilai tidak pantas dan berpotensi merugikan citra pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan.

Baca Juga: Anak Muda Blitar Gemar Mie Gacoan, Kuliner Pedas yang Tak Pernah Sepi Pengunjung

Riski menjelaskan bahwa kebebasan pers merupakan salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi. Media memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan informasi, melakukan investigasi, serta mengajukan kritik konstruktif terhadap berbagai dinamika sosial.

“Kebebasan tersebut harus diimbangi dengan tanggung jawab etis dan kepatuhan terhadap kode etik jurnalistik,” katanya, Rabu (15/10/2025).

Namun menurutnya media seharusnya tidak menjadikan konten hanya sebagai sarana pemuas sensasi atau alat untuk mengejar rating semata. Sebaliknya, setiap tayangan perlu menjunjung tinggi akurasi data, objektivitas pemberitaan, serta prinsip keberimbangan (cover both sides).

Dalam tayangan “Xpose Uncensored”, ditemukan beberapa pelanggaran etika yang tidak dapat dibenarkan.

Pertama, penggambaran kehidupan di pondok pesantren terkesan tendensius dan tidak representatif, sehingga memunculkan persepsi publik yang keliru dan berpotensi mendiskreditkan citra pesantren.

Kedua, ia menilai Trans7 gagal menerapkan prinsip keberimbangan berita. Pihak pesantren tidak diberikan ruang dan kesempatan yang cukup untuk menyampaikan klarifikasi atau pandangannya, sehingga informasi yang diterima publik menjadi parsial dan menyesatkan.

Ketiga, menurutnya penggunaan narasi dan diksi provokatif dalam tayangan tersebut dinilai memperkeruh suasana dan memancing emosi publik. Sikap semacam ini jelas menyimpang dari fungsi edukatif media.

Ia ingin menegaskan bahwa pesantren adalah institusi pendidikan yang memiliki peran strategis dalam membentuk karakter bangsa serta menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual yang luhur. Dari pesantren lahir banyak tokoh penting yang berkontribusi besar bagi kemajuan dan keutuhan Indonesia.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya media massa memberikan dukungan positif dan apresiasi terhadap peran vital pesantren, bukan justru menayangkan konten yang merendahkan atau mendiskreditkan keberadaannya.

Atas dasar itu, sebagai Ketua Pengurus Cabang PMII Blitar Raya menuntut pertanggungjawaban etis dari pihak Trans7 dan mendesak agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari. (Serayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed