KKP terus menyuarakan kepentingan Indonesia terkait dengan pemberian subsidi perikanan untuk nelayan kecil dalam forum KTM ke-13 WTO di Abu Dhabi yang berlangsung pada akhir Februari lalu. (Foto: KKP RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KKP RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menyuarakan kepentingan Indonesia terkait dengan pemberian subsidi perikanan untuk nelayan kecil dalam forum Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-13 World Trade Organization (WTO) di Abu Dhabi yang berlangsung pada akhir Februari lalu.
Chapter fisheries subsidies sendiri dalam pertemuan tersebut belum bisa disepakati disebabkan masih lebarnya perbedaan pandang antara kelompok negara maju dan negara berkembang dan LDCs perihal pelarangan pemberian subsidi yang ditengarai menimbulkan over capacity dan overfishing. Namun, KKP memastikan akan mengawal aspirasi tersebut di forum Negotiating Group on Rules (NGR) di Jenewa, Swiss.
“Subsidi untuk nelayan kecil merupakan aspirasi Indonesia serta negara berkembang lain dan negara kurang berkembang (least developing countries/LDCs),” ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulisnya, Kamis (7/3/2024).
Budi menegaskan konsistensi Indonesia pada posisi pemberian subsidi tetap harus diperbolehkan untuk nelayan yang menangkap ikan di wilayah yurisdiksi tanpa dibatasi waktu dan batasan geografis. Tak hanya itu, Indonesia mengajak negara maju (big subsidizers) untuk mendisiplinkan pemberian subsidi untuk praktik distant water fishing yang merujuk pada penangkapan ikan atau sumber daya perikanan lainnya di perairan yang terletak jauh dari pantai.
“Kegiatan ini melibatkan kapal-kapal besar yang berlayar ke laut lepas atau kedalaman yang lebih besar untuk menangkap ikan secara massal,” tutur Budi.
Baca Juga: KKP Kaji Fenomena Pemutihan Karang Waspadai Naiknya Suhu Air Laut
Dikatakannya, karakteristik dari distant water fishing melibatkan penggunaan kapal penangkap ikan besar, penggunaan teknologi canggih seperti radar dan GPS untuk melacak ikan, dan seringkali melibatkan perjalanan yang jauh dari pelabuhan untuk mencapai lokasi-lokasi perikanan yang produktif.
“Ini sekaligus menjadi concern kita mengingat pengelolaan perikanan harus berkelanjutan dan mencegah eksploitasi berlebihan di laut lepas,” tegas Budi.
Sebagai informasi, pada KTM ke-12 WTO, KKP juga memperjuangkan keadilan bagi nelayan terutama skala kecil. Sempat molor karena belum bulatnya suara dari para perwakilan negara, konferensi ini menghasilkan Perjanjian Subsidi Perikanan (Agreement on Fisheries Subsidies) yang mengatur pelarangan pemberian subsidi untuk aktivitas penangkapan ikan untuk overfished stock dan iIllegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUUF).
KKP menilai perjanjian subsidi perikanan WTO menjadi platform yang dapat diimplementasikan secara efektif, adil, dan seimbang. Hal ini sesuai dengan mandat perundingan WTO agar masing-masing negara anggota memiliki peran dan tanggung jawab sesuai dengan kapasitasnya dalam pemberian subsidi perikanan.
Sebelumnya, Menteri Trenggono juga menyampaikan kepada jajarannya untuk menjadikan ekologi sebagai panglima pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan agar keseimbangan sosial dan ekonomi dapat terwujud.***