KKP melalui BPSPL Makassar menangani Paus Cuvier, salah satu paus langka, yang mati terdampar di Pesisir Pantai Pulau Tanakeke, Desa Maccini Baji, Kecamatan Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar pada Rabu (11/10). (Foto: KKP RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KKP RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar menangani Paus Cuvier, salah satu paus langka, yang mati terdampar di Pesisir Pantai Pulau Tanakeke, Desa Maccini Baji, Kecamatan Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar pada Rabu (11/10).
Proses penanganan menggunakan metode dekomposisi alami, yakni membiarkan bangkai mamalia laut tersebut terurai secara alami dengan berbagai pertimbangan. Kondisi substrat pantai yang didominasi batuan dan karang, faktor kelandaian pantai, minimnya sarana prasarana untuk penanganan dengan cara penguburan maupun dengan cara dibakar, serta jarak lokasi dengan pemukiman terdekat yang melebihi 1 kilometer sehingga kemungkinan pengaruh cemaran yang berdampak ke pemukiman sangat kecil.
“Segera setelah mendapatkan informasi melalui media sosial, Tim Respon Cepat BPSPL Makassar langsung berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dan menuju lokasi untuk menangani paus paruh cuvier yang terdampar ini,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo dalam keterangannya di Bali.
Victor menerangkan bahwa paus paruh cuvier atau yang dikenal dengan paus paruh bangau merupakan mamalia laut yang dilindungi penuh oleh negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut, sehingga segala bentuk pemanfaatan yang bersifat ekstraktif terhadap paus ini dilarang secara hukum.
Baca Juga: KKP Ajak Perguruan Tinggi Bersinergi Kembangkan 5 Komoditas Potensial
Sementara itu, Kepala BPSPL Makassar Permana Yudiarso menjelaskan bahwa penanganan paus terdampar dilakukan oleh Tim Respon Cepat yang terdiri dari perwakilan BPSPL Makassar, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Satuan Pengawas Takalar, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin Makassar dan perwakilan masyarakat setempat.
“Berdasarkan hasil identifikasi dan pengukuran morfometrik di lokasi, paus ini diketahui berjenis kelamin betina dengan panjang tubuh sekitar 6,4 meter dan lingkar dada sekitar 3,2 meter” ungkap Permana.
“Paus ditemukan dalam kondisi mati dan telah membusuk (Kode 3) dengan titik koordinat lokasi kejadian terdampar yakni pada titik -5° 31′ 17.99″ LS dan 119° 15′ 14.55″ BT. Selain itu, tidak ditemukan jenis makanan apapun ataupun sampah plastik di dalam organ lambung maupun usus, sehingga diindikasikan paus tidak memakan apapun dalam kurun beberapa hari terakhir sebelum terdampar,” lanjutnya.
Permana lebih lanjut menjelaskan tahapan penanganan yang dilakukan tim yaitu proses nekropsi atau pengambilan sampel yang terdiri dari sampel dari usus, lambung, limpa, daging, lemak, dan kulit serta swab pada bagian lubang nafas / blow hole. Sampel tersebut kemudian dibawa oleh pihak FKH Universitas Hasanuddin untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai matinya mamalia yang dilindungi ini.
Baca Juga: KKP Pastikan Pengaturan BBL Jaga Keberlanjutan dan Kembangkan Budidaya Lobster di Indonesia
Proses penanganan ditutup dengan sosialisasi dengan warga setempat terkait perlindungan mamalia laut dan bagaimana menjadi penanggap pertama saat menemukan kejadian mamalia laut terdampar di masa yang akan datang.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan menegaskan berkomitmennya dalam menjaga kelestarian biota laut dan keberlanjutan populasinya untuk kesejahteraan bangsa dan generasi yang akan datang, khususnya mamalia laut yang merupakan salah satu biota laut yang terancam punah dan telah dilindungi penuh baik secara nasional maupun internasional.***