Blitar, serayunusantara.com — Buku berjudul “Reset Indonesia” kini menjadi perbincangan hangat di kalangan aktivis dan akademisi, terutama setelah dibahas secara mendalam dalam diskusi literasi di Blitar.
Buku ini bukan sekadar karya tulis biasa, melainkan sebuah tawaran gagasan visioner tentang bagaimana Indonesia seharusnya menata ulang (reset) fondasi pembangunannya agar lebih adil, demokratis, dan berkelanjutan.
Inti dari buku ini adalah kritik terhadap arah pembangunan nasional yang selama ini dianggap terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi angka, namun abai terhadap aspek kemanusiaan dan kelestarian lingkungan.
Penulis dalam buku ini mengajak pembaca untuk berani melakukan “pengaturan ulang” terhadap kebijakan-kebijakan krusial, mulai dari sektor agraria, kedaulatan pangan, hingga pengelolaan energi nasional.
Salah satu poin penting yang diangkat dalam “Reset Indonesia” adalah bagaimana mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat di tingkat lokal.
Baca Juga: Kritik Tajam Dandhy Laksono di Blitar: Negara Keliru dalam Memandang Nelayan dan Energi
Buku ini menawarkan perspektif bahwa Indonesia baru tidak bisa dibangun jika suara kelompok akar rumput seperti petani dan nelayan terus dipinggirkan demi kepentingan korporasi besar.
Konsep “Reset” yang ditawarkan bukanlah merusak yang sudah ada, melainkan memperbaiki sistem yang rusak dan mengembalikannya pada rel konstitusi yang memihak pada rakyat banyak.
Bagi publik di Blitar, buku ini menjadi referensi penting untuk memahami bahwa persoalan lokal sangat berkaitan erat dengan kebijakan pusat.
“Reset Indonesia” hadir sebagai pemantik diskusi bagi siapa saja yang merindukan perubahan fundamental di Indonesia, menjadikannya bacaan wajib bagi mereka yang ingin terlibat dalam merumuskan arah baru bangsa di masa depan. (Fis/Serayu)













