Blitar, serayunusantara.com – Di tengah derasnya arus digital dan gaya hidup serba daring, gim Roblox kini menjelma jadi salah satu fenomena terbesar di kalangan anak-anak Indonesia.
Gim dengan tampilan sederhana ini bukan sekadar hiburan, tapi sudah menjadi bagian dari keseharian generasi muda, mulai dari pelajar SD hingga remaja awal.
“Anak saya setiap pulang sekolah langsung buka Roblox, kadang bisa main sampai dua jam,” ujar Dewi (35), warga Sananwetan, Kota Blitar, saat ditemui Serayu Nusantara, Rabu (15/10/2025). “Katanya seru karena bisa bikin dunia sendiri dan main sama teman.”
Roblox pertama kali dirilis pada 2006, tapi popularitasnya di Indonesia melonjak pesat sejak pandemi COVID-19. Platform ini memungkinkan pengguna membuat dunia virtual, berinteraksi dengan pemain lain, bahkan merancang gim sendiri menggunakan bahasa pemrograman sederhana bernama Lua.
Antara Edukasi dan Kekhawatiran
Meski banyak sisi positif, muncul pula kekhawatiran. Beberapa orang tua mengeluhkan durasi bermain yang berlebihan dan potensi interaksi dengan pengguna asing di ruang obrolan daring.
“Kadang saya dengar mereka bicara dengan pemain dari luar negeri lewat chat. Saya khawatir, karena kita nggak tahu siapa lawannya,” lanjut Dewi.
Baca Juga: Wali Kota Blitar Sebut Propemperda Jadi Dasar Penting dalam Pembangunan Daerah
Lembaga seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga sempat mengingatkan bahwa gim daring seperti Roblox perlu diawasi agar tidak menimbulkan kecanduan atau paparan konten yang tidak layak bagi anak.
Roblox dan Budaya Pop Anak Zaman Sekarang
Kini, Roblox tidak hanya dimainkan, tapi juga menjadi bahan perbincangan di dunia nyata. Banyak anak-anak membuat konten YouTube, TikTok, dan Instagram dari aktivitas mereka di dunia Roblox. Bahkan, beberapa kreator muda menghasilkan uang dari fitur Robux — mata uang virtual di dalam gim tersebut.
Peran Orang Tua Jadi Kunci
Pakar parenting menilai fenomena Roblox harus disikapi dengan bijak. Orang tua perlu memahami dunia digital anak-anak agar bisa menjadi pendamping, bukan sekadar pengawas.
“Kalau orang tua ikut main, anak malah senang. Sekalian jadi momen bonding keluarga,” ujar Dewi menutup perbincangan.
Pada akhirnya, Roblox menjadi cermin zaman: tempat anak-anak bermain, berkreasi, sekaligus belajar hidup di dunia digital. Namun seperti semua hal dalam dunia maya, kuncinya tetap pada pendampingan dan kesadaran. (Serayu)












