Mengenal SFV Kawali Sebagai Produsen Nila Inovatif di Jawa Barat

(Foto: KKP RI)

Ciamis, serayunusantara.com – Melansir dari laman KKP RI, Desa Kawali di Ciamis, Jawa Barat kini dikenal sebagai kampung nila inovatif berkat program Smart Fisheries Village (SFV) atau Desa Perikanan Cerdas yang digagas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Baru-baru ini, kelompok perikanan Kawali berhasil mendapatkan penghargaan prestisius dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. 

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM) I Nyoman Radiarta mengatakan, SFV merupakan pembangunan desa perikanan dari hulu ke hilir yang berbasis penerapan teknologi informasi, komunikasi, dan manajemen tepat sehingga kegiatan usaha dapat berkelanjutan, untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Program ini juga sebagai turunan dari implementasi program Ekonomi Biru KKP. 

“Belum lama ini Gapokkan di Desa Kawali memperoleh penghargaan dari Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan. Ini merupakan bukti nyata bagaimana BPPSDM berkolaborasi bersama dengan masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya pembudidaya ikan nila di Desa Kawali,” ujar Nyoman dalam siaran resmi KKP di Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Ketua Gapokkan Kampung Nila Kawali Iim Gala Permana merasa bersyukur atas penghargaan yang diraihnya. Penghargaan tersebut menjadi motivasi untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan. Saat ini, gabungan pembudidaya Desa Kawali mampu memanen hingga 300 kwintal ikan nila per hari. Jumlah ini meningkat 400 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Saya sebagai perwakilan dari SFV Kampung Nila Kawali mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri Sakti Wahyu Trenggono yang telah memberikan penghargaan dan apresiasi kepada kelompok kami Gapokkan Kampung Nila Kawali. Ini merupakan suatu motivasi bagi kami ke depannya untuk lebih maju dan berkembang lagi,” ungkapnya.

Baca Juga: KKP Dukung Digitalisasi Penyaluran BBM Bersubsidi kepada Nelayan

Iim mengatakan, terdapat tiga faktor berdirinya Kampung Nila Kawali, yaitu adanya sumber daya air, sumber daya manusia, yang didukung oleh budaya gotong royong masyarakat. Iim bersama rekannya, Wahyu, dan seorang rekan lainnya di balik berdirinya Kampung Nila Kawali.

“Awal-awal tidak mulus. Konsep ingin budi daya ikan yang baik dan benar dan menguntungkan selalu ditolak masyarakat karena masyarakat sudah mencoba gagal. Tapi setelah terbukti Pak Iim berhasil di budidaya dengan pendampingan penyuluh, masyarakat mulai tergerak untuk bergabung. Dulu budidaya belum produktif, sekali setahun atau hanya saat momen-momen penting saja seperti lebaran, kenduri, hajatan. Sekarang setelah Pak Iim mencoba usaha, bisa tiga sampai empat kali panen setahun,” timpal Wahyu.

“Alhamdulillah kemajuan demi kemajuan, sudah ada kuliner-kuliner untuk restoran dan olahan ikan. Dulu Kampung budidaya nila saja, sekarang SFV jadi pusat pendidikan dan pelatihan juga, magang, praktik, kuliner, wisata, penginapan, dan sebagainya. Alhamdulillah berkat keuletan penyuluh perikanan dan kolaborasi stakeholder, maka kampung nila ini terpilih jadi SFV,” tambah Wahyu.

Wahyu melanjutkan, alasan memilih nila karena komoditas tersebut digemari dan permintaan pasarnya cukup tinggi. Kampung Kawali sendiri memiliki air melimpah yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan budidaya.  

“Awalnya mentok di SDM. Untungnya ada bantuan dari KKP. Bantuannya berbentuk pelatihan, penyuluhan, pendampingan, sarpras, bibit, dan sebagainya. Pada waktu itu saya ajak teman yang sama-sama pembudidaya. Saya tawari konsep. Panen eh dua kolam dua hari habis. Gimana ini perlu kolam lebih. Makanya ajak gabung yang lain, akhirnya banyak yang ikut, dengan pendampingan penyuluh,” ujarnya.

Baca Juga: KKP Perkuat Kolaborasi antar Stakeholder Wujudkan Inklusifitas Ekonomi Biru Berkelanjutan

Setelah sukses dengan budidaya nila, barulah Kampung Nila tersebut dijadikan SFV oleh BPPSDM dengan serangkaian proses yang tidak mudah. Berbagai upaya dilakukan melalui kolaborasi KKP dari pusat hingga penyuluh perikanan, bersama masyarakat dan stakeholder. Tidak hanya budidaya nila (pembenihan dan pembesaran), beragam kegiatan perikanan lainnya dari hulu ke hilir, seperti pengolahan produk hasil perikanan, kuliner perikanan, wisata perikanan, pelatihan perikanan, hingga pemasaran hasilnya ada di SFV ini. 

“Cerita SFV awalnya info dari penyuluh. Ada program dari pusat nih kami tidak langsung terima begitu saja tapi dipelajari dulu. Apa sih SFV itu? Setelah dipelajari ternyata menarik ya. Melalui proses panjang, lalu pada acara RIFA Fest di Bogor (Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan) kami bertemu Kepala Badan (BPPSDM) dan berdiskusi. Wah ini harus segera dibikin. Ini sebuah program kalau didalami sangat luar biasa dan sejalan dengan visi misi kampung nila. Konsep SMART sangat cocok diterapkan,” kenang Iim. 

Peningkatan-peningkatan secara bertahap terjadi di Kampung Nila tersebut. Rata-rata produksi ikan nila di SFV Kampung Nila Kawali mencapai 3 kuintal per hari. Dengan asumsi nilai pasar 1 kg ikan nila sekitar Rp30.000, maka rata-rata omzet sehari sekitar Rp9 juta dan setahun sekitar Rp3,2 miliar. 

“Itu baru dari ikan konsumsinya saja, belum termasuk pendapatan dari hasil yang non konsumsi di SFV Kawali ini,” ujar Iim.

Kini kelompoknya sudah kewalahan memenuhi permintaan-permintaan dari berbagai daerah. Bahkan, permintaan tersebut tak hanya dari domestik, tapi juga mancanegara.

Baca Juga: KKP Siap Sukseskan Program Makanan Bergizi

“Sekarang permintaan sudah ada dari luar negeri. Misalnya kemarin Korea minta berton-ton kami tolak dulu, karena kami masih mampunya ukuran kuintal. Yang namanya dia minta pasti sudah cek dulu kualitas kami. Tapi kan nggak cukup hanya kualitas saja, perlu juga kuantitas dan kontinuitas. Mereka tuh cari-cari info dulu sebelum kesini. Nggak mungkin kan Korea minta hanya ukuran kuintal saja,” tutur Iim.

Iim dan kelompoknya berharap, program SFV ini dapat terus berjalan, khususnya di Kampung Nila Kawali. Ia mengaku benar-benar mendapatkan berbagai manfaat dari program tersebut yang berdampak sangat besar bagi masyarakat.

“Sekarang SFV sudah berjalan tiga tahun, tolong jangan dilepas. Tolong mohon agar tetap diperhatikan. Cita-cita kami memang ke depannya ingin mandiri. Kalaupun nanti dari KKP berubah kebijakan pada pergantian kepemimpinan selanjutnya, program SFV ini kami inginnya tetap dilanjut. Karena secara SDM dan secara alurnya kami sudah tahu, tinggal melanjutkan dan mengembangkan,” harapnya.

Selain dari masyarakat, Program SFV ini mendapat sambutan baik dari Pemerintah Daerah setempat yang telah merasakan manfaatnya. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ciamis Giyatno menerangkan, dengan program SFV ini budi daya ikan nila menjadi lebih produktif. Ia menyebut, yang pada awalnya di satu kolam hanya terdapat 100 kg ikan nila, namun melalui SFV dengan strategi pengembangan ikan Sistem Budi Daya dengan Sentuhan Kincir Air (Sibudikuncir), maka meningkat hingga 400%. Meurutnya ini merupakan strategi mengembangkan budi daya ikan nila, yang mana budidaya ini bisa meningkatkan ketahanan pangan di satu kawasan.

“Ini menjadi satu kawasan terpadu yang terintegrasi dari mulai pembenihan, budidaya, pemanenan, pemasaran, termasuk pengolahan ikan,” ujar Giyatno di SFV Kampung Nila Kawali.

Baca Juga: KKP Gerilya Protein Ikan dan Dukung Program Makanan Bergizi

“Dari sisi pendapatan maupun perolehan dari keuntungan itu sangat luar biasa. Dan tentunya uang yang beredar di sini juga sangat besar. Karena dari segi pengunjung juga,” tambahnya.

Apresiasi Terhadap Penyuluh

Keberhasilan masyarakat pelaku utama kelautan dan perikanan tidak terlepas dari peran pendampingan oleh penyuluh perikanan di berbagai daerah, termasuk di SFV. Selain kepada Gapokkan Kampung Nila Kawali, Menteri Trenggono juga memberikan penghargaan kepada pihak-pihak lainnya yang telah berjasa di sektor kelautan dan perikanan, salah satunya penyuluh perikanan. 

Pada Silaturahmi dan Apresiasi Masyarakat Kelautan dan Perikanan yang lalu, penyuluh perikanan terbaik pertama diraih oleh Fahmi Lubis Rhafsanzani dari Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi, kedua oleh Meiske Sipasulta dari BPPP Ambon, dan ketiga oleh Fridudin dari Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang.

“Kami sangat mengapresiasi terhadap kinerja penyuluh, di mana BPPSDM ada tiga penyuluh yang mendapat penghargaan secara nasional oleh Bapak Menteri. Ini merupakan bukti nyata bagaimana penyuluh berperan aktif dalam mendukung program-program prioritas kelautan dan perikanan dalam mengawal ekonomi biru untuk Indonesia maju,” ujar Kepala BPPSDM I Nyoman Radiarta.

Sementara itu Fahmi Lubis Rhafsanzani menyampaikan, “Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Menteri atas apresiasi yang telah diberikan. Semoga bisa memacu kami untuk terus dan terus meningkat kinerja untuk bidang kelautan dan perikanan.”***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *