Menuju ASEAN Lao PDR 2024, Kemen PPPA Bagikan Praktik Baik Implementasi Ekonomi Perawatan

Staf Khusus Menteri PPPA, Agung Putri Astrid sebagai perwakilan ACW menghadiri Pra-KTT Pemimpin Perempuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ke-3 dalam rangka menyambut ASEAN Lao PDR 2024. (Foto: KemenPPPA RI)

Vientiane, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menghadiri Pra-KTT Pemimpin Perempuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ke-3/3rd Association of Southeast Asian Nations(ASEAN) Women Leaders’ Pre-Summit dalam rangka menyambut ASEAN Lao PDR 2024. Dalam kesempatan tersebut, Staf Khusus Menteri PPPA, Agung Putri Astrid sebagai perwakilan ASEAN Committee in Women (ACW) menyampaikan praktik baik pelaksanaan ekonomi perawatan di Indonesia.

“Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan perhatian besar terhadap isu ekonomi perawatan. Selama pandemi Covid-19, kami menyadari pentingnya meningkatkan kualitas infrastruktur perawatan sebagai upaya menangani krisis kesehatan. Di akhir masa pandemi pun terjadi fenomena banyaknya anak yang kehilangan orang tua atau orang tuanya menjadi buruh migran di luar negeri. Hal ini meningkatkan kebutuhan perawatan,” ujar Agung Putri, pada Rabu (21/8).

Agung Putri melanjutkan, meskipun jumlah layanan penitipan anak di daerah perkotaan meningkat, tetapi jumlahnya masih terbatas. Tidak hanya itu, rasio antara layanan penitipan yang diberikan dengan yang membutuhkan pun masih belum merata. “Banyak hal yang masih menjadi persoalan, seperti biaya yang tinggi dan kualitas penitipan anak masih belum optimal. Bahkan, saat ini kami sedang menangani kasus-kasus kekerasan terhadap balita yang dilakukan oleh pemilik atau pengasuh di tempat penitipan anak,” kata Agung Putri.

Melihat fenomena tersebut, Pemerintah Indonesia menyusun Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Perawatan yang mencakup 7 (tujuh) agenda prioritas. Peta jalan ini mengacu pada 3 (tiga) aturan dasar, yaitu ILO 5R Framework, rencana pembangunan nasional; dan Kerangka Kerja ASEAN tentang Ekonomi Perawatan. “Harapannya, melalui peta jalan ini, Pemerintah Indonesia dapat mewujudkan dunia kerja transformatif yang setara dan adil gender,” imbuh Agung Putri.

Tidak hanya itu, secara kebijakan, menurut Agung Putri, Pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai peraturan guna mendorong penguatan kesetaraan gender dalam isu ekonomi perawatan, baik terkait perlindungan sosial, pekerjaan perawatan, hingga ketenagakerjaan. Agung Putri menyebutkan, peraturan terbaru yang telah disahkan oleh Presiden Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang mendorong kesetaraan pengasuhan antara ibu dan ayah.

Baca Juga: Upacara HUT RI Ke – 79, Kemen PPPA Serukan Perempuan dan Anak Merdeka dari Kekerasan dan Ketidaksetaraan

“Undang-Undang KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan telah secara komprehensif mencakup berbagai isu terkait ekonomi perawatan. Undang-undang tersebut mengakui cuti ibu dan ayah, fasilitas menyusui, data nasional yang terintegrasi, dan memberi pemerintah tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan ibu dan anak sepanjang seribu hari pertama kehidupan mereka,” jelas Agung Putri.

Dalam forum tersebut, Agung Putri pun menceritakan salah satu praktik baik ekonomi perawatan di Surabaya yang dimulai dengan inisiatif peningkatan kesehatan melalui penyediaan sistem data tunggal untuk melacak status kesehatan, menyediakan pendidikan publik gratis dari sekolah dasar hingga sekolah menengah, dan jaminan kesehatan. Selain itu, Pemerintah Kota Surabaya juga mensubsidi perlengkapan sekolah dan seragam. Dalam upaya pemberdayaan perempuannya, para penjahit perempuan diminta untuk menyiapkan seragam sekolah.

“Selain itu, Pemerintah Kota Surabaya mempromosikan ekonomi perawatan dengan menawarkan pekerjaan bagi perempuan, seperti layanan cuci mobil dan binatu, produksi batik, bisnis kuliner, pengasuhan bayi, pekerjaan rumah tangga, layanan pengiriman paket, dan petugas pengisian ulang air mineral. Berbagai intervensi kebijakan perawatan tersebut berhasil meningkatkan Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender. Di sisi lain, Indeks Ketimpangan Gender menurun selama periode tiga tahun,” tutur Agung Putri.

Praktik baik lain yang disampaikan oleh Agung Putri dalam Pra-KTT Pemimpin Perempuan ASEAN adalah program “Yang Sehat Yang Dibayar” yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek. Program ini dinilai mampu meningkatkan perlindungan sosial terkait perawatan sekaligus mengedukasi masyarakat tentang hidup sehat.

“Program ini menyasar masyarakat miskin, penderita TBC, hipertensi, dan masalah kesehatan mental, serta memprioritaskan mereka yang berperilaku sehat melalui skema transfer tunai insentif bulanan. Data penerima manfaat dihubungkan dengan data puskesmas, yang menyediakan layanan pemeriksaan kesehatan rutin gratis, konsultasi kesehatan, serta perawatan bagi orang sakit, lansia, dan ibu hamil. Salah satu kriteria masyarakat menunjukkan perilaku hidup sehat adalah teratur berkunjung ke puskesmas untuk pengobatan dan sosialisasi pola hidup sehat yang dipantau oleh tenaga kesehatan,” jelas Agung Putri.

Baca Juga: Kecam Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kemen PPPA: Korban Harus Bersuara

Tidak hanya itu, Agung Putri juga mencontohkan praktik baik infrastruktur perawatan yang dijalankan di beberapa daerah di Indonesia. Di Surabaya dan Yogyakarta contohnya, pusat penitipan anak dibuka di area pasar tradisional karena mayoritas pedagangnya adalah perempuan. Sementara itu, Pemerintah Kota Semarang membangun perumahan di lokasi industri untuk membantu pekerja perempuan dalam menyediakan gizi bagi anak-anak mereka.

“Meskipun tinjauan singkat ini tidak mencakup semua upaya Indonesia, tetapi praktik baik di tataran kabupaten/kota telah berkontribusi sebagai dasar pembentukkan kebijakan terkait ekonomi perawatan secara nasional,” pungkas Agung Putri.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *