Menkumham Supratman Andi Agtas dalam rapat panitia kerja mengenai RUU tentang perubahan UU No. 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres. (Foto: Kemenkumham RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenkumham RI, Pemerintah bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menandatangani draf hasil pembahasan RUU Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Seluruh fraksi anggota Baleg DPR RI menyetujui dan menandatangani draf RUU Wantimpres untuk dibahas dan disahkan di tingkat paripurna.
Hal ini didapat setelah digelarnya rapat panitia kerja mengenai Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang perubahan Undang-Undang (UU) No. 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), pada Selasa, (10/09/2024). Agenda rapat kali ini membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Wantimpres.
Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi selaku pimpinan rapat menyampaikan, bahwa terdapat sebanyak 52 DIM yang diusulkan pemerintah.
“Rinciannya, 27 DIM Tetap telah disetujui pada rapat kerja yang telah diselenggarakan sebelumnya. Sisanya yaitu 8 DIM Perubahan Substansi, 3 DIM Penambahan Substansi atau Substansi Baru, dan 14 DIM Dihapus,” ucap Baidowi di Ruang Rapat Nusantara I, Gedung DPR, Jakarta.
Baca Juga: Dapat Anggaran Rp 21.2 Triliun di 2025, Kemenkumham Fokus pada Empat Program
Selain itu, rapat kali ini juga membahas mengenai posisi Ketua Wantimpres RI yang dapat dijabat secara bergantian oleh anggota yang telah ditetapkan oleh presiden. Hal ini berarti jabatan ketua tidak otomatis selama lima tahun masa jabatan.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas, usulan ini didasari oleh sistem presidensial, sehingga Presiden memiliki kewenangan sesuai kebutuhannya.
“Prinsipnya ini kan dalam kerangka sistem presidensial, dan menjadi kebutuhan presiden. Sehingga ketua ini ditetapkan oleh presiden tetapi bisa dijabat secara bergantian oleh anggota lainnya” jelas Supratman yang disambut setuju oleh seluruh anggota rapat.
Pada rapat ini, Pemerintah dan DPR menyetujui nomenklatur lembaga, yaitu Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia, dan tidak jadi menggunakan nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang sebelumnya diusulkan DPR.***