Jatim, serayunusantara.com – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) terus memperkuat upaya pencegahan korupsi hingga ke tingkat desa dengan meluncurkan Aplikasi Penilaian Desa Antikorupsi.
Sosialisasi aplikasi berbasis digital ini dilakukan secara daring pada Senin (15/9/2025) oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jatim.
Acara dibuka oleh Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, dan diikuti perwakilan Inspektorat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), serta pemerintah kabupaten/kota se-Jawa Timur.
Aplikasi ini merupakan hasil kolaborasi Diskominfo, DPMD, dan Inspektorat Jatim. Tujuannya, menghadirkan alat ukur penilaian desa antikorupsi yang cepat, transparan, dan akuntabel, mengacu pada indikator Buku Panduan Desa Antikorupsi KPK. Melalui platform ini, desa dapat melakukan penilaian mandiri, monitoring, dan evaluasi tata kelola pemerintahan agar lebih bersih dari praktik korupsi.
Kepala Diskominfo Jatim, Sherlita Ratna Dewi Agustin, menjelaskan tiga tujuan utama aplikasi ini:
- Membantu pemerintah desa mengidentifikasi dan memenuhi indikator desa antikorupsi.
 - Mendukung proses monitoring dan pembinaan oleh pemerintah daerah.
 - Mewujudkan tata kelola desa yang berintegritas, transparan, dan bebas dari KKN.
 
Baca Juga: Kadiskominfo Jatim Ajak RRI Surabaya Jadi Penjernih Informasi di Peringatan Hari Radio ke-80
Menurut Sherlita, sejak 2023 penilaian desa antikorupsi di Jatim masih dilakukan manual. Mulai 2025, sistem diperkuat dengan teknologi digital agar lebih efektif dan terukur. Ia menyebut, dari 7.721 desa di Jatim, penilaian dilakukan dua tahap—tingkat kabupaten/kota lalu provinsi—dengan melibatkan Inspektorat, DPMD, dan Diskominfo.
Sekretaris Inspektorat Jatim, Syamsul Huda, menilai aplikasi ini sebagai inovasi penting yang menjamin objektivitas penilaian sekaligus mempercepat proses verifikasi. Ia berharap program ini dapat direplikasi secara nasional dan menjadi dasar penetapan desa antikorupsi pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2025.
Dukungan juga datang dari KPK. Wawan Wardiana menegaskan, aplikasi ini bukan sekadar mempercepat administrasi, tetapi juga memperluas desa percontohan antikorupsi, meningkatkan transparansi, serta mendorong partisipasi masyarakat. Ia mengingatkan, meski kasus korupsi di desa relatif kecil, satu kasus saja sudah harus menjadi perhatian serius.
“Penilaian desa antikorupsi bukanlah kompetisi, melainkan gerakan bersama untuk menanamkan nilai integritas pada perangkat desa dan masyarakat,” tegasnya.
Pemprov Jatim menargetkan, pada 2029 setiap kabupaten/kota minimal memiliki satu desa percontohan antikorupsi. Dengan begitu, desa-desa di Jawa Timur dapat menjadi teladan dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. (Serayu)


																						









