Prinsip Kelola Hutan Berkelanjutan Integrasikan Seluruh Jasa Ekosistem Hingga Aspek Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat

Wakil Menteri LHK Alue Dohong pada Simposium Internasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (IWORS) ke-16 di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat. (Foto: KLHK RI)

Pontianak, serayunusantara.com – Melansir dari laman KLHK RI, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong hadir membuka secara resmi sekaligus memberikan keynote speech pada Simposium Internasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (IWORS) ke-16 yang dilakukan di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (11/9/2024).

Dengan tema “Strengthening the Integration of Forest Policy  and Forest Management to Support Forest Conservation and Sustainable Forest Industry”, pertemuan ini menghadirkan narasumber pakar dan peneliti dari universitas dalam negeri hingga manca negara.

Dalam sambutannya, Wamen Alue Dohong menyampaikan untuk menjamin pengelolaan hutan lestari dan kesejahteraan masyarakatnya, Indonesia telah menetapkan lima pilar penting yaitu Kepastian Areal, Jaminan Berusaha, Produktivitas, Diversifikasi Produk, dan Daya Saing. Pilar-pilar ini menjadi pedoman prinsip mulai dari perencanaan hingga pemanfaatan hutan.

“Integrasi kebijakan dan pengelolaan hutan sangat penting, tidak hanya untuk konservasi lingkungan, tetapi juga untuk kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan sosial,” ujarnya.

Lebih lanjut, Wamen Alue Dohong mengungkapkan bahwa hutan memainkan peran penting dalam pengaturan iklim, pelestarian keanekaragaman hayati, dan pembangunan ekonomi melalui berbagai sumber daya dan jasa. Namun, meningkatnya tantangan seperti deforestasi dan perubahan iklim memerlukan strategi komprehensif yang menyelaraskan kerangka kebijakan dengan pendekatan pengelolaan praktis.

Baca Juga: Menteri LHK Deklarasikan Taman Nasional Mutis Timau di NTT

“Bersama-sama, mari kita mengatasi masalah-masalah mendesak ini dan bekerja menuju masa depan yang berkelanjutan bagi hutan dan masyarakat kita,” ungkapnya.

Dalam keterangannya kepada media usai acara, Wamen Alue Dohong kembali menekankan pentingnya pengelolaan hutan tidak lagi berpusat hanya pada kayu, tetapi pada pengelolaan landscape secara keseluruhan. Artinya tidak hanya meliputi hutan, tetapi banyak hal lain seperti biodiversity, jasa ekosistem lainnya termasuk masyarakat setempat, masyarakat adat, dan seterusnya. Itu yang menjadi bagian pengelolaan hutan secara landscape.

“Tentu kedepan apabila kita ingin hutan kita terus berkelanjutan, untuk menjamin ketersediaan hutan yang berkualitas baik, untuk generasi yang akan datang, maka adalah suatu keniscayaan prinsip-prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan dan mengintegrasikan seluruh jasa ekosistem termasuk aspek sosial dan masyarakat didalamnya harus kita lakukan,” katanya.

KLHK sudah memulai hal tersebut, misalnya penerapan multiusaha kehutanan yang berbasis perizinan, artinya  tidak lagi hanya fokus mengelola kayu. Sebelumnya, satu izin hanya mengelola satu kegiatan. Sekarang banyak yang bisa dilakukan misalnya jasa ekosistem, termasuk karbon, dan wisata, bahkan mungkin biodiversity kedepannya.

“Itu yang sedang kita rumuskan. Bisa jadi di kawasan hutan juga dilakukan kegiatan yang berbasis untuk food, energy, dan lain-lain, dengan tetap menjaga fungsi hutannya,” katanya.

Baca Juga: Menteri LHK: Pemerintah Indonesia Sangat Mendukung Keberadaan Masyarakat Adat

Wamen Alue Dohong pun menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan simposium internasional oleh Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia dan Universitas Tanjungpura hari ini. Pertemuan ini sangat strategis bagi pemerintah. Harapannya kegiatan ini menghasilkan hal-hal kekinian, evidence based, scientific information, yang dihasilkan para peneliti.

“Dari scientific evidence yang bagus tersebut, kita harapkan bisa dikembangkan menjadi policy brief kedepan, yang bisa diadopsi pemerintah untuk bagaimana mengoptimalkan kebijakan pengelolaan hutan,” ujarnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *