Program Bongkaratoon di Blitar Diduga Tekan Pemanfaatan Lahan Perhutani dan KHDPK

Blitar, serayunusantara.com — Program Bongkaratoon yang dijalankan Kementerian Pertanian memicu sorotan di Kabupaten Blitar.

Dorongan percepatan perluasan areal tanam tebu diduga membuat sejumlah pihak berupaya memanfaatkan kawasan hutan Perhutani dan wilayah Kelompok Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), meski area tersebut berada dalam skema konservasi ketat.

Dugaan itu mengarah pada Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar, Perhutani KPH Blitar, hingga rekanan pemenang tender bibit. Mereka disebut-sebut mencoba memperluas cakupan lahan garapan demi mengejar target kuota program.

Namun, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Blitar, Setyana, membantah adanya pemaksaan lahan. Ia memastikan seluruh proses pemanfaatan lahan mengikuti petunjuk pelaksanaan (juklak) resmi dari Direktorat Jenderal Perkebunan.

“Kami bergerak sesuai juklak. Di sana sudah diatur bahwa KTH, LMDH, koperasi, KUB, perhutanan sosial, atau lembaga lain bisa ikut selama legalitas lahannya jelas. Jadi bukan rekomendasi dinas, tetapi juklak dari Dirjen Perkebunan,” ujar Setyana melalui pesan WhatsApp, Kamis (11/12/2025).

Baca Juga: Perkebunan Tebu Blitar: Lumbung Manis yang Jadi Andalan Jawa Timur

Kemudian kontradiksi ini mencuat ketika melihat perbedaan prinsip antara Program Bongkaratoon dan amanat pengelolaan KHDPK. Bongkaratun menekankan perluasan tanam tebu, sementara KHDPK mewajibkan konservasi ketat: separuh dari luas lahan harus dikembalikan menjadi tegakan kayu.

Penyuluh Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Fery Eko Wahyudi, menjelaskan bahwa ketentuan di KHDPK mengharuskan kelompok pengelola menanam 50 persen lahan dengan pohon kayu, 30 persen tanaman buah, dan hanya 20 persen untuk agroforestri seperti jagung atau padi.

“Kelompok LMDH yang menjadi KTH maupun KTH baru, serta lahan KHDPK non-perhutanan sosial, tetap diwajibkan mengikuti pola tanam tersebut,” kata Ferry melalui pesan WhatsApp.

Baca Juga: PC GP Ansor Kabupaten Blitar 2025–2029 Dilantik, Ini Pesan Penting yang Disampaikan

Namun Ferry mengakui bahwa amanat konservasi itu belum sepenuhnya berjalan di lapangan. Ia menyebut masih ada penolakan dari kelompok tani hutan karena menilai menanam tebu memberikan keuntungan lebih besar.

“Saya belum menjalankan karena masih banyak pertentangan dengan program lain. Kami masih dalam tahap pendekatan. Kenyataannya, tanaman tebu sudah terlanjur ada di lahan itu,” ujar dia. (Jun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *