Blitar, serayunusantara.com – Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini menyasar ribuan siswa di Kabupaten Blitar membawa dampak positif terhadap pemenuhan gizi anak sekolah. Namun di sisi lain, program tersebut turut memengaruhi roda ekonomi kecil di sekitar sekolah, terutama bagi pedagang jajanan yang mengandalkan penjualan kepada para siswa.
Sejumlah pedagang mengaku mengalami penurunan omzet cukup signifikan sejak program MBG mulai digulirkan secara masif pada pertengahan tahun 2025.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa kini mendapatkan makanan siap saji dari satuan pelaksana MBG, sehingga minat membeli jajanan di lingkungan sekolah menurun drastis.
“Biasanya jam istirahat ramai, sekarang sepi. Anak-anak sudah dapat makan dari sekolah, jadi jarang beli jajanan. Omzet bisa turun sampai separuh,” ujar Sulastri (46), salah satu pedagang di sekitar SDN Kademangan 1, Kabupaten Blitar, Selasa (14/10/2025).
Hal senada juga disampaikan oleh Sukamto (52), pedagang gorengan di Kecamatan Kanigoro. Ia menuturkan bahwa sebelum adanya program MBG, dirinya mampu menjual hingga 300 potong gorengan setiap hari. Kini, jumlah tersebut hanya tersisa separuhnya.
“Kami tidak menolak programnya, karena memang bagus buat anak-anak. Tapi dampaknya terasa sekali bagi kami pedagang kecil. Kadang cuma habis separuh, padahal bahan baku sudah telanjur dibeli,” keluhnya.
Baca Juga: Dua Dapur MBG Baru Diresmikan, Sepertiga Sasaran di Kota Blitar Terlayani
Menanggapi hal tersebut, pihak Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Satuan Tugas Program Makan Bergizi (Satgas MBG) mengakui adanya dampak sosial ekonomi di lapangan.
Kepala Satgas MBG, Khusna Lindarti, menjelaskan bahwa pihaknya tengah mengidentifikasi potensi kolaborasi dengan pelaku UMKM agar program MBG tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi, tetapi juga memberi efek ekonomi bagi masyarakat sekitar.
“Kami memahami ada penyesuaian di lapangan. Karena itu, ke depan kami berupaya melibatkan pelaku UMKM lokal sebagai penyedia bahan atau pengolah produk pendamping dalam program MBG, sehingga perputaran ekonominya tetap hidup,” terang Khusna, Selasa.
Ia menambahkan, program MBG sejatinya dirancang untuk memastikan setiap anak sekolah mendapatkan asupan gizi yang seimbang dan aman, bukan untuk meniadakan aktivitas ekonomi warga di sekitar sekolah.
“Justru kami ingin keseimbangan antara kesehatan anak dan kesejahteraan warga tetap terjaga. Pemkab terbuka menerima masukan agar program ini memberi manfaat seluas-luasnya,” imbuhnya.
Sejumlah pihak menilai perlu ada sinergi lintas sektor antara Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan Dinas Koperasi serta UMKM untuk meminimalkan dampak ekonomi dari program MBG.
Pendekatan kolaboratif dianggap penting agar para pedagang tradisional tetap mendapat ruang usaha, misalnya melalui pelibatan mereka sebagai mitra penyedia kudapan sehat atau camilan pendamping MBG.
Program MBG sendiri telah menyasar lebih dari 40 ribu siswa di Kabupaten Blitar, dan terus diperluas hingga akhir tahun 2025. Meskipun dinilai berhasil meningkatkan kualitas gizi anak sekolah, evaluasi terhadap dampak sosial ekonomi di sekitar lingkungan pendidikan kini menjadi fokus pemerintah daerah.
“Programnya bagus, tinggal bagaimana caranya supaya tidak mematikan penghasilan pedagang kecil. Kami berharap pemerintah mencari jalan tengah,” ujar Tutik (39), pedagang minuman ringan di Kecamatan Srengat.
Dengan evaluasi berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat lokal, diharapkan program MBG dapat terus berjalan tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi baru, serta menjadi contoh penerapan kebijakan gizi yang berkeadilan bagi semua pihak. (Jun/serayu)













