Resensi Buku: Pendidikan Kaum Tertindas “Saat Sekolah Bukan Cuma Tempat Duduk Lurus tapi Juga Tempat Melawan!”

Blitar, serayunusantara.com – Ada banyak buku pendidikan yang bikin kita ingin memejamkan mata, bukan karena tercerahkan, tapi karena bosan. Untungnya, Pendidikan Kaum Tertindas karya Paulo Freire bukan salah satunya.

Buku ini seperti guru killer yang paling kita takuti sekaligus paling kita hormati—yang kata-katanya pedas, tapi bikin otak mendadak melek dan merasa: “Sial, ini bener banget.”

Freire menulis buku ini bukan untuk dibaca sambil rebahan manja, tapi untuk ditampar pelan (atau keras) oleh kenyataan bahwa pendidikan sering kali cuma jadi alat pelanggeng kekuasaan.

Ya, sekolah bukan cuma tempat menimba ilmu, tapi juga tempat memahami realita bahwa banyak penindasan yang dibungkus rapih. Sedih? Tentu. Relevan? Lebih relevan dari obrolan WhatsApp kelasmu.

Sekolah: Bank atau Ruang Pembebasan?

Freire membongkar gaya pendidikan yang ia sebut banking education: model pembelajaran gaya mBanking, di mana guru “menyimpan” pengetahuan dan siswa cuma tinggal “menerima transfer”-nya.

Siswa tidak diajak mikir, apalagi kritis. Kalau murid bertanya, guru kadang kaget seperti melihat hantu.

Di model ini, pendidikan mirip sistem antrian subsidi:
Guru menyerahkan, murid menerima, semua diam, semua rukun, semua patuh. Tidak ada yang bertanya, “Lah, kenapa begini?”

Freire menolak keras model kayak begitu. Bagi dia, pendidikan harusnya dialogis—guru dan murid sama-sama belajar. Bukan guru di podium bak nabi, murid di bawah seperti pengikut yang pasrah. Pendidikan adalah proses memanusiakan, bukan penggembalaan.

Baca Juga: Malam Penutupan Bazar Buku Blitar Padat Pengunjung, Menggugah Optimisme Literasi Nasional

Kaum Tertindas dan Keberanian untuk Bicara

Di titik ini, Freire mencolek kita yang hidup di negara berkembang. Ia menjelaskan bagaimana sistem sosial-politik kerap membuat rakyat tidak sadar kalau dirinya sedang ditindas. Mirip hubungan toxic tapi sudah terlanjur nyaman.

Menurut Freire, kaum tertindas harus belajar membaca—bukan cuma membaca teks, tapi membaca kenyataan. Dan membaca kenyataan itu berat, karena kadang kenyataannya pahit: struktur sosial memang tidak dirancang untuk membuatmu naik kelas.

Tapi, kata Freire, pembebasan tidak datang dari langit seperti undian berhadiah. Pembebasan butuh kesadaran kritis. Butuh keberanian. Butuh dialog. Butuh orang-orang yang mau berkata:
“Aku tidak mau lagi jadi penonton dalam hidupku sendiri.”

Bahasanya Teoretis, Tapi Tamparannya Praktis

Walau ditulis dengan gaya filsuf-sosiolog yang serius–kadang sampai kita merasa perlu kopi dua gelas–tapi inti pesannya sangat membumi. Buku ini adalah alarm pagi yang menyebalkan tapi menghindarkan kita dari keterpurukan.

Freire tidak menawarkan resep instan. Dia tidak menjanjikan pendidikan merdeka seperti slogan kampanye. Tapi dia memberi kita kerangka untuk berpikir, merenung, dan—yang paling penting—melawan.

Relevansi: Seperti Martabak—Selalu Ada Versi Terbarunya

Apa buku ini masih relevan tahun 2025?
Sangat. Bahkan mungkin makin relevan.

Saat sekolah-sekolah terus berlomba menyusun ranking, saat murid dipaksa hapal tanpa paham, saat guru dikejar administrasi sampai lupa jadi manusia, Freire seperti datang dari masa lalu dan bilang:

“Hei, kalian masih mengulang kesalahan yang sama, ya?”

Buku ini penting bagi guru, murid, aktivis, birokrat, dan siapa saja yang merasa dunia pendidikan sering membuatnya ingin berteriak di balkon.

Baca Juga: Diskusi Tematik “Boys Crisis” Kupas Tantangan Laki-Laki Masa Kini di Lapak Baca Ceria

Putusan Akhir: Layak Baca, Layak Diperdebatkan, Layak Membuat Gelisah

Kalau Anda ingin pendidikan yang benar-benar memerdekakan, bukan sekadar mengganti istilah di kurikulum, maka buku ini wajib dibaca. Paulo Freire mengingatkan bahwa pendidikan bukan urusan ruang kelas saja. Ia adalah perjuangan eksistensial untuk menjadi manusia merdeka.

Dan kalau setelah membaca buku ini Anda merasa kesal dengan sistem pendidikan hari ini—selamat, itu artinya buku ini bekerja.

Identitas Buku

“Pendidikan Kaum Tertindas” – Paulo Freire

Judul asli: Pedagogy of the Oppressed
Judul terjemahan Indonesia: Pendidikan Kaum Tertindas
Pengarang: Paulo Freire
Penerjemah (versi Indonesia): Tim Penerjemah (bervariasi tergantung penerbit; salah satu yang paling dikenal diterjemahkan oleh Tim LP3ES)
Penerbit (versi Indonesia):

* LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial)
* Atau penerbit lain sesuai edisi (misalnya Pustaka Pelajar untuk edisi tertentu)

Tahun terbit edisi asli: 1968
Tahun terbit edisi Indonesia: bervariasi → salah satu edisi populer terbit tahun 1985 (LP3ES)
Jumlah halaman: sekitar 250–300 halaman (tergantung edisi)
ISBN: berbeda tiap edisi; salah satu edisi LP3ES: 979-8015-01-4
Genre: Filsafat Pendidikan, Pendidikan Kritis
Bahasa: Portugis (asli), Inggris, dan ratusan terjemahan termasuk Bahasa Indonesia

Keterangan Tambahan Penting

* Buku ini dianggap karya monumental dalam tradisi Critical Pedagogy (Pendidikan Kritis).
* Ditulis saat Freire berada di pengasingan akibat kediktatoran militer Brasil.
* Dianggap salah satu buku pendidikan paling berpengaruh di dunia.

Penulis: Reyda Hafis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *