RUU Keimigrasian Maju ke Sidang Paripurna

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas dalam Rapat Pembahasan RUU tentang Keimigrasian, di Gedung Nusantara I. (Foto: Kemenkumham RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenkumham RI, Pemerintah Indonesia dan DPR RI menyetujui untuk membawa Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian ke pembicaraan tingkat II di Sidang Paripurna.

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, mengatakan RUU tentang Keimigrasian diperlukan untuk mengoptimalkan pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, hingga pembangunan kesejahteraan masyarakat.

“Penyelenggaraan keimigrasian dioptimalisasi untuk menjalankan fungsinya dalam memberikan pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat,” ujar Supratman dalam Rapat Pembahasan RUU tentang Keimigrasian, di Gedung Nusantara I, Rabu (11/09/2024).

Supratman juga mengungkapkan kalau kebijakan keimigrasian yang berkualitas akan mendukung iklim investasi Indonesia karena menarik investor, wisatawan, serta talenta berkelas dunia.

“Dalam menciptakan iklim investasi yang berkualitas, negara-negara di dunia saling berpacu untuk menetapkan kebijakan keimigrasian yang dapat menarik investor, talenta berkelas dunia, dan wisatawan asing berkualitas, baik yang berstatus orang asing maupun diaspora,” pungkasnya.

Baca Juga: Dapat Anggaran Rp 21.2 Triliun di 2025, Kemenkumham Fokus pada Empat Program

Untuk menyempurnakan RUU inisiatif DPR RI ini, sebelumnya pemerintah telah mengajukan 52 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Keimigrasian,  yang terdiri dari 30 DIM bersifat tetap, 1 DIM bersifat redaksional, 6 DIM bersifat perubahan substansi, 10 DIM bersifat substansi baru, dan 5 DIM dihapus.

Topik substansi yang diusulkan pemerintah meliputi penolakan bagi pelaku tindak kejahatan di tahap penuntutan yang hendak keluar dari Indonesia, perlindungan diri bagi petugas imigrasi yang melakukan pengawasan terhadap orang asing, jangka waktu pencegahan, serta sumber pendanaan.

Senada dengan pemerintah, DPR RI juga melihat bahwa sektor keimigrasian memiliki peran krusial dalam penegakan kedaulatan atas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian agar semakin relevan dengan kebutuhan saat ini.

“Perubahan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan nyata dan mendesak dalam implementasi fungsi dan pelaksanaan keimigrasian,” ujar Achmad Baidowi selaku Ketua Panja pembahasan RUU Keimigrasian.

Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian merupakan Undang-Undang yang terdampak atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-IX/2011 dan Nomor 64/PUU-IX/2011 yang memutuskan bahwa frasa “penyelidikan dan” serta frasa “setiap kali” dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dan Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian adalah bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *