Sinergitas Kemen PPPA dalam Memastikan Akses Keadilan bagi Perempuan Berhadapan dengan Hukum

Plt. Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan, Ratih Rachmawati menghadiri dan mengikuti langsung sidang perdana gugatan pra peradilan AP di PN Denpasar, Bali. (Foto: KemenPPPA RI)

Denpasar, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Negara mengakomodir hak setiap orang termasuk hak perempuan berhadapan dengan hukum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perempuan berhadapan dengan hukum mempunyai hak untuk memperoleh akses keadilan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Plt. Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan mengawal kasus AP sebagai perempuan yang berhadapan dengan hukum yang menjadi korban KDRT oleh suami sekaligus tersangka kasus pelanggaran UU ITE terkait unggahan di akun instagram @ayoberanilaporkan6 yang diunggah oleh pemilik akun tersebut dan dianggap mencemarkan nama baik seseorang berinisial BA.

Sebelumnya telah diberitakan, bahwa AP ditahan atas dugaan pelanggaran dalam Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP karena sebuah unggahan di akun Instagram @ayoberanileporkan6 yang dianggap mencemarkan nama baik BA. AP ditahan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/25/I/2024/SPKT/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI, tanggal 21 Januari 2024.

Sebagai negara yang telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights, Indonesia berpedoman pada Konvensi tersebut dalam mewujudkan persamaan semua orang di hadapan hukum dan peraturan perundang-undangan, larangan diskriminasi serta menjamin perlindungan yang setara dari diskriminasi, termasuk jenis kelamin atau gender. Selanjutnya, Indonesia sebagai pihak dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination All of Forms Discrimination Against Women/ CEDAW) mengakui kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan mempunyai akses keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan (pidana). Dalam upaya memberikan akses keadilan, negara menjabarkan jaminan hak perempuan berhadapan dengan hukum dalam peraturan perundang-undangan.

Plt. Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan, Ratih Rachmawati mengungkapkan pihaknya terus mendampingi dan mengawal proses hukum AP bersama Dinas PPA Provinsi Denpasar Bali, dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dengan menghadiri dan mengikuti langsung sidang perdana gugatan pra peradilan AP di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali pada Kamis (16/5).

Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Kebijakan Inklusif Gender dalam Perdagangan di Forum PPWE APEC 2024

“Sejak awal kasus ini bergulir dan viral di media sosial dan menjadi atensi publik kami terus mengawal dengan melakukan koordinasi dengan layanan rujukan lanjutan di tingkat Provinsi Bali guna melakukan klarifikasi untuk mencari kebenaran obyektif termasuk koordonasi dengan Tim Penasehat Hukum, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan pihak keluarga. Apresiasi kami sampaikan kepada PN Denpasar, Kepolisian, dan para pihak sehingga proses sidang perdana pra peradilan boleh terlaksana hari ini,” ujar Ratih.

Ratih menambahkan agenda sidang Pra Peradilan perdana dimulai pada hari Kamis, 16 Mei 2024 dan selanjutkan akan diselenggarakan sidang kedua pada Jumat, 17 Mei 2024 dengan agenda pengajuan bukti surat dari pemohon.

Ratih mengatakan dalam pendampingan kasus ini, tim Layanan SAPA 129 Kemen PPPA juga terus melakukan koordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Bali, Tim Penasehat Hukum, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan pihak keluarga. Kemen PPPA memastikan agar ke depannya pihak terkait baik Aparat Penegak Hukum, Kepolisian, dan lainnya dalam penanganan kasus perempuan dan anak harus bersipat objektif dan mengedepankan asas persamaan di depan hukum yang responsif dan berperspektif korban.

“Tim Layanan SAPA 129 dan UPTD PPA Provinsi Bali telah memberikan pendampingan bagi AP dan anak-anaknya mulai dari dukungan penangguhan penahanan, sampai penempatan AP dan anaknya di rumah aman agar tidak terpisah meski dalam status penetapan tersangka serta memberikan pendampingan psikologis kepada anak. Memastikan hak-hak keduanya tetap terpenuhi selama masa proses hukum berjalan adalah prioritas kami. Besar harapan kami agar hasil sidang pra peradilan ini dapat memberikan rasa keadilan bagi perempuan korban kekerasan” ungkapnya.

Koordinator Kuasa Hukum Korban dalam hal ini sebagai pihak Pemohon, Agustinus Nahak menyampaikan apresiasi atas komitmen dari Kemen PPPA, Kompolnas, dan UPTD PPA Provinsi Bali yang turut hadir langsung dalam sidang pra peradilan perdana hari ini. Tentunya bentuk dukungan ini sangat berarti bagi AP. “Dengan mengambil langkah melalui sidang gugatan pra peradilan yang diajukan, besar harapan dapat menguji proses penetapan status tersangka AP serta menyoroti tindakan yang dianggap tidak sesuai dari pihak kepolisian,” ungkapnya.

Baca Juga: Menteri PPPA Tingkatkan Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Daerah

Nahak mengatakan, hari ini sidang pra peradilan perdana dalam kasus AP sudah dilaksanakan. Seluruh pernyataan sudah disampaikan langsung kepada hakim dalam sidang sekaligus tanggapan dari pihak termohon. “Kami tetap pada pendirian bahwa AP tidak seharusnya ditetapkan sebagai tersangka. Pernyataan tersebut tadi juga langsung dijawab oleh pihak termohon bahwa apa yang mereka telah tetapkan  sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Meskipun demikian, kami sangat optimis melalui serangkaian sidang-sidang berikutnya yang mana juga akan hadir (2) dua orang saksi ahli dari pihak pemohon dan pembuktian surat, pihak PN Denpasar akan mengabulkan permohonan kami,” ujar Nahak.

Pada kesempatan yang sama, Kombes Pol Napitupulu Yogi Yusuf, S.H., S.I.K. Kabag Duknis Set Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengungkapkan kehadirannya pada sidang perdana pra peradilan pada hari ini menjadi bentuk komitmen Kompolnas khususnya dalam penanganan kasus yang dialami oleh perempuan dan anak.

“Kita hadir disini untuk memastikan proses hukum yang dilakukan oleh Polresta Denpasar khususnya dalam hal ini sudah melalui prosedur yang tepat, hak-hak dari tersangka khususnya sudah dilindungi dan memastikan semua berjalan dengan baik. Kehadiran dari Bidkum Polda Bali pada sidang perdana tadi membuktikan proses pra peradilannya berjalan, tersangka AP juga telah diberikan haknya untuk membela diri serta menilai proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polresta Denpasar apakah sudah sesuai. Harapan kami dari hasil sidang pra peradilan ini tentunya hakim dapat membuktikan keabsahan proses hukum berjalan,” ujarnya.

Lebih lanjut, sistem peradilan pidana merupakan salah satu upaya dalam memberikan akses keadilan sebagai perlindungan bagi perempuan berhadapan dengan hukum melalui perlindungan terhadap hak-hak perempuan selama pemeriksaan dalam setiap tahap peradilan, khususnya proses praperadilan.

Permohonan praperadilan merupakan wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskannya. Adapun permohonan praperadilan diajukan mencakup tiga hal, yaitu;

Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Satgas PPKS dalam Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

  1. Sah tidaknya proses penangkapan dan/atau penahanan terhadap tersangka;
  2. Sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan terhadap tersangka; dan
  3. Permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.

Praperadilan secara limitatif diatur dalam pasal 77 sampai pasal 83 Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP juga Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 menambahkan objek praperadilan dalam ketentuan Pasal 77 KUHAP, sehingga objek praperadilan diperluas, yaitu termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, sah atau tidaknya penggeledahan dan sah atau tidaknya penyitaan.

Sehingga pendampingan terhadap AP saat ini adalah dalam rangka pelindungan dan pemenuhan hak perempuan korban untuk mendapatkan akses keadilan pada proses praperadilan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *