Tren Penjualan Listrik di Indonesia Terus Naik, Ini Strategi Pemerintah Penuhi Demand

Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Havidh Nazif, saat menjadi pembicara pada kelas online di depan 89 mahasiswa Gerilya Academy, Selasa (20/2). (Foto: Kementerian ESDM RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ESDM RI, Tren penjualan dan jumlah pelanggan tenaga listrik di Indonesia terus mengalami pergerakan yang positif. Data penjualan listrik menunjukkan peningkatan penjualan menjadi 285,23 TWh pada tahun 2023 dari penjualan sebesar 270,82 TWh pada tahun 2022. Dengan kata lain, terdapat peningkatan sebesar 14,41 TWh atau 5,32 persen dari tahun sebelumnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Havidh Nazif, saat menjadi pembicara pada kelas online di depan 89 mahasiswa Gerilya Academy, Selasa (20/2).

Havidh menuturkan, meskipun mengemban tanggung jawab yang besar dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di seluruh Indonesia, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan ESDM optimis dapat mencapai target-target yang telah ditetapkan. Berbagai langkah strategis ditetapkan dalam upaya pemenuhan rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik di Indonesia mencapai 100 persen, meskipun kondisi geografis dengan karakteristik topografi yang beragam menjadi tantangan tersendiri dalam pemerataan penyediaan tenaga listrik.

“Hingga akhir tahun 2023, masih terdapat 185.662 rumah tangga yang tersebar di 140 desa yang belum teraliri listrik. Desa-desa tersebut terkonsentrasi di Pulau Papua, kecuali bagian Papua Barat. Oleh sebab itu, target 100 persen rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik menjadi tugas yang tidak mudah”, tutur Havidh.

Baca Juga: Bulan K3 Nasional Resmi Ditutup, Dirjen Migas Tekankan Hal Ini

Havidh menjelaskan bahwa dalam rangka mencapai 100 persen, pemerintah sudah menghitung resources yang dibutuhkan dari sisi jaringan, pembangkit, dan dari sisi biaya sebagai investasi yang untuk bisa melistriki desa-desa ini.

“Upaya pemenuhan rasio elektrifikasi membutuhkan biaya sebesar Rp22,08 triliun hingga tahun 2025 dengan alokasi pembiayaan sebesar 75,66 persen untuk perluasan jaringan, karena aksesibilitas dan jarak antara sumber energi dengan beban yang cukup jauh. Mengingat terdapat lokasi yang sangat sulit untuk dijangkau, turut dianggarkan Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL) dan Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL) pada beberapa titik, khususnya di wilayah Papua”, terang Havidh.

Lebih lanjut Havidh menjelaskan bahwa upaya peningkatan kualitas dan kuantitas elektrifikasi di Indonesia terus mengalami kemajuan. Pada tahun 2023, realisasi konsumsi listrik perkapita sebesar 1.337 kWh/kapita, mampu memenuhi target yang direncanakan.

“Selaras dengan target Net Zero Emission pada tahun 2060, turut diproyeksikan pertumbuhan demand (moderat) sebesar 4.500 kWh/kapita yang terdiri dari 88% EBT, sementara 12% nya energi fosil dan CCS. Selain itu, realisasi Supergrid sebagai kunci transisi energi diharapkan mampu meningkatkan interkoneksi energi antarpulau dan mengatasi ketidakseimbangan bauran energi di Indonesia”, ungkap Havidh.

Baca Juga: Langkah Panjang Dobrak Mindset Menuju Kendaraan Hijau dan Lingkungan Lebih Bersih

Kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan menjadi hal terpenting dalam mewujudkan hal ini. BUMN, dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara (PLN) menjadi prioritas pertama Pemegang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) di Indonesia. Meskipun demikian, kesempatan penyediaan listrik juga diberikan kepada BUMD, Swasta, Koperasi, dan Swadaya Masyarakat di daerah-daerah yang belum teraliri listrik.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *