Saat Gendro Wulandari, warga Karangnongko Desa Modangan Nglegok Blitar meminta kepada Bupati Blitar Rini Syarifah untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) di Pendopo Ronggo Hadi Negoro, Kamis (22/12/2022). (foto: IST)
Blitar, serayunusantara.com – Melansir dari Cakrawala.co, Gendro Wulandari, warga Karangnongko Desa Modangan Nglegok Blitar meminta kepada Bupati Blitar Rini Syarifah untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen untuk mengurai polemik redistribusi eks perkebunan Karangnongko Blitar.
Hal itu disampaikan Gendro Wulandari usai bertemu Bupati Blitar di Pendopo RHN, Kamis (22/12/2022) siang.
“Hari ini saya bertemu Bupati, saya jabarkan identifikasi inventarisasi yang menurut kami carut marut gak karuan pada tahap redis pertama. Untuk itu kami minta Bupati untuk membentuk tim pencari fakta yang independen. Mungkin saya akan mengusulkan lembaga LP KPK supaya dilibatkan,” kata Gendro Wulandari.
Lanjut dia, untuk yang tahap kedua, karena belum ada SK dan belum ada HGU, semoga tidak terjadi pengrusakan lagi. Gendro juga meminta kepada semua pihak agar menghormati putusan PTUN.
Gendro Wulandari juga mengatakan bahwa pada pertemuan itu, Bupati menginstruksikan kepada Kapolres Blitar Kota untuk terlibat dalam TGPF serta menjaga keamanan di Karangnongko supaya tidak terjadi lagi pengrusakan lahan warga penggugat.
Baca Juga: Bupati Blitar dan Gendro Wulandari Bertemu di Pendopo RHN secara Tertutup
Meski demikian, Gendro Wulandari merasa cukup lega karena akhirnya dia bisa bertemu Bupati langsung sehingga dapat menyampaikan keluhannya.
“Tapi saya akan jauh lebih lega kalau TGPF nantinya benar-benar berjalan. Kami juga gak akan berhenti sampai di sini kalau TGPF tidak ada hasilnya. Mungkin kami akan ada langkah lain,” katanya lagi.
“Berarti saya gak perlu percaya kepada seorang pejabat, kan yang dipegang omongannya. Bisa dipercaya di depan rakyat atau tidak, kan gitu aja,” sambungnya.
Gendro Wulandari berharap supaya janji Bupati benar-benar dilakukan dan dipenuhi.
“Semoga aksi premanisme di sana juga berhenti sebab Indonesia negara hukum. Jika tidak, warga juga bisa melakukan premanisme kalau negara kita khususnya Blitar bukan negara hukum,” pungkasnya. (ruf)