Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar (Foto: KemenPPPA RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya AR siswi SD yang meninggal akibat disiram bensin oleh teman sekelasnya hingga terbakar di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menyampaikan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sumatera Barat untuk memastikan keluarga korban dapat diupayakan untuk mendapatkan pendampingan hukum serta pendampingan diduga pelaku yang masih berusia anak atau disebut Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam proses hukum dan berhadapan dengan media.
“Jajaran Kemen PPPA menyampaikan turut berbela-sungkawa atas kasus kekerasan terhadap anak yang menimpa siswi SD di Padang Pariaman hingga korban meninggal dunia. Kami menekankan kembali bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan tindak pidana yang bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, terlebih anak memiliki hak yang harus kita jaga bersama, yaitu hak atas perlindungan. Namun, dalam kasus ini terduga pelaku masih dalam usia anak yang merupakan teman sekolah korban. Sehingga perlu ada upaya-upaya khusus dalam berhadapan dengan ABH,” ujar Nahar.
Nahar menyebutkan pihaknya telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Sumatera Barat dan Padang Pariaman untuk memastikan upaya pendampingan baik bagi keluarga korban maupun terduga pelaku yang dalam hal ini merupakan ABH. “Berdasarkan hasil koordinasi dengan UPTD PPA setempat, pihaknya telah memberikan pendampingan kepada korban dan merujuk ke RSUD daerah untuk perawatan gizi buruk, melakukan penjangkauan ke rumah korban bersama Pemda dan Dinkes. Selanjutnya upaya koordinasi juga telah dilakukan dengan Kasatreskrim dan Unit PPA polres terkait proses hukum terhadap terduga pelaku serta meminta bantuan psikolog untuk pendampingan keluarga korban dan terduga pelaku,” ujar Nahar.
Menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap anak ini, Nahar pun meminta pihak kepolisian untuk menyelesaikan secara tuntas dan memperhatikan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Nahar menyebutkan terduga pelaku melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak meninggal dunia, sehingga dapat di jerat pasal 80 Ayat (3) jo. 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Selain menggunakan UU Perlindungan Anak, juga dapat dikenakan pasal 188 KUHP.
Baca Juga: Kemen PPPA Kawal Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak Berkebutuhan Khusus
“Namun, dikarenakan terlapor masih berusia anak, sehingga untuk setiap proses hukumnya wajib mempedomani Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 dan dikarenakan ABH belum berusia 12 tahun, maka pada prosesnya dapat menggunakan PP Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun. Dalam kasus yang melibatkan Anak Berkonflik dengan Hukum kepentingan terbaik bagi anak tetap harus menjadi prioritas dalam upaya penanganan kasus dan proses hukum,” ungkap Nahar.
Nahar menyebutkan selain ABH, pihak sekolah juga dapat dikenakan sanksi pidana apabila terbukti adanya kelalaian dari pihak sekolah terhadap kejadian tersebut yang diatur dalam pasal 359 KUHP yakni “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” Selain itu, pihak orang tua atau wali atau ahli waris korban juga dapat mengajukan permohonan restitusi sesuai yang diatur dalam pasal 3 PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana yakni, restitusi bagi Anak yang menjadi korban tindak pidana.
Nahar mengatakan Kemen PPPA akan turut memastikan pemenuhan hak anak lainnya yang berkonflik dengan hukum termasuk anak saksi serta melakukan pendampingan dan penguatan psikologis bagi anak-anak tersebut. “Kemen PPPA mengimbau kepada seluruh masyarakat khususnya pihak satuan pendidikan untuk menjaga dan melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan. Perundungan merupakan tindakan yang melanggar hak anak dan dapat menimbulkan trauma yang berkepanjangan bahkan kematian,” ujar Nahar.***