Lahan pertanian di Kelurahan Dandong, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. (Foto: Reyda Hafis/Serayu Nusantara)
Blitar, serayunusantara.com – Kebutuhan pangan nasional berada dalam ancaman. Itu terlihat dari mahalnya harga beras. Di wilayah Jatim, misalnya, harga beras rata-rata berada di atas Rp 10 ribu. Padahal sawah masih membentang luas di wilayah Jatim.
Menyikapi masalah tersebut, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Blitar berkomitmen untuk mendampingi daerah yang teridentifikasi rawan pangan di Kabupaten Blitar. Agar resiko krisis pangan bisa diminimalisir di Bumi Penataran.
Kepala Bidang (Kabid) Ketahanan Pangan DKPP Kabupaten Blitar, Wita Tri Wardani saat diwawancara di kantornya, Rabu, 3 April 2024 menyampaikan, pihaknya bakal segera melakukan tindakan tertentu terhadap daerah yang memasuki kategori rawan pangan.
Wita mengatakan, untuk tahap pencegahan, pihaknya akan membuatkan peta kerawanan pangan. Sehingga bakal diketahui daerah mana saja yang memiliki resiko rawan pangan dengan tingkatannya masing-masing.
“Kerawanan pangan terjadi ketika seseorang tidak memiliki akses yang dapat diandalkan terhadap makanan yang cukup beragam, terjangkau, bergizi, dan sehat,” ucapnya.
Indikator ketahanan pangan sendiri meliputi ketersediaan pangan, akses terhadap pangan serta pemanfaatan pangan sebagai aspek-aspek utama penopang ketahanan pangan. Kondisi inilah yang belum banyak tercapai di beberapa kecamatan di Kabupaten Blitar.
Selaras dengan hal itu, Wita menuturkan bahwa di Kabupaten Blitar masih tergolong banyak daerah rawan pangan dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pengolahan dan pemanfaatan lahan pekarangan.
“Tindakan kami mencakup 3 tahap, pelatihan, pendampingan, dan dikeluarkannya kebijakan. Untuk daerah yang belum darurat, kami adakan pelatihan. Sedangkan untuk daerah yang sudah darurat, kami salurkan bantuan,” imbuhnya.
Pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan pengolahan bahan makanan sesuai dengan kearifan lokal daerah tersebut. Atau bisa diartikan juga sebagai pemberdayaan berbasis kearifan lokal.
“Misalnya di daerah tersebut panen buah pisang melimpah, kami akan membuat pelatihan pengolahan dari buah pisang, dan lain sebagainya,” kata Wita.
Terakhir, ia berkomitmen akan terus melakukan pendampingan kepada daerah rawan pangan, sampai daerah tersebut dapat mencapai kondisi swadaya pangan. (adv/jun)