Anggota DPR RI RI Jazuli Juwaini. (Foto : Dok/Andri)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman DPR RI, Anggota DPR RI RI Jazuli Juwaini mengatakan Idul Fitri bukan hanya tentang perayaan keagamaan, tetapi juga momentum untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan seperti religiusitas, persatuan, toleransi, gotong royong, dan nasionalisme.
“Dengan mengamalkan nilai-nilai tersebut, umat Islam dapat berkontribusi dalam membangun bangsa Indonesia yang lebih maju dan sejahtera,” kata Jazuli dalam keterangan tertulis kepada media di Jakarta, Rabu (10/4/2024).
Ketua Fraksi PKS DPR RI ini juga menyebut Idulfitri merupakan waktu yang tepat untuk melakukan refleksi diri dan merenungkan amalan-amalan yang telah dilakukan selama tahun-tahun sebelumnya. Umat Islam diharapkan dapat meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dan menjadi insan yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Dalam konteks kebangsaan, kata Jazuli, Idulfitri harus menjadi momentum untuk memperbaiki kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara, memperbaiki kualitas pengamalan nilai-nilai karakter, dan budaya bangsa yang termanifestasi dalam sila-sila Pancasila.
Yang pertama, Idulfitri mengajak setiap warga negara untuk kembali pada hakikat manusia sebagai mahkluk yang spiritual, mahkluk yang religius, yaitu sosok manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia sebagai pengamalan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Baca Juga: Ketua DPR RI Minta Petugas Terus Siaga di Puncak Arus Balik Lebaran 2024
“Manusia yang spiritual memiliki hati yang bersih, tulus, ikhlas jauh dari iri, dengki, dan prasangka buruk. Tidak ada niatan untuk mencelakai sesama anak bangsa. Tidak pula punya niatan menghancurkan bangsa yang dibangun susah payah oleh para pendiri dan pejuang bangsa ini. Jika ia seorang pemimpin ia punya kepekaan hati. Melihat semua masalah kebangsaan dan penyelesaiannya dengan hati. Bersikap adil dan mencintai seluruh rakyatnya sepenuh hati apapun latar belakang agama, suku, budaya, kepentingan dan golongannya,” pesannya.
“Jika ia seorang pemimpin ia punya kepekaan hati. Melihat semua masalah kebangsaan dan penyelesaiannya dengan hati”
Kedua, Idulfitri menjadi momen untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Silaturahim yang dilakukan di momen hari raya tidak terbatas antar umat Islam tapi melintasi suku, agama, ras, dan antargolongan, sehingga dapat mempererat tali persaudaraan dan memperkokoh rasa nasionalisme.
Dalam praktek kehidupan berbangsa, masyarakat kita punya kearifan luar biasa. Idulfitri tidak hanya perayaan bagi umat Islam tapi juga dirasakan oleh saudara-saudara kita di luar Islam dengan saling mengucap selamat, saling mengunjungi, dan saling berbagi bingkisan, hadiah, juga makanan. Inilah bentuk riil toleransi yang tidak sekadar basa-basi.
Ketiga, Idulfitri menjadi momen untuk meningkatkan semangat gotong royong dan kepedulian terhadap sesama. Tradisi zakat fitrah infak dan sedekah mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian terhadap orang-orang yang membutuhkan.
Baca Juga: Komite IV DPD RI Minta RPJPN 2025-2045 Munculkan Pertumbuhan Ekonomi Baru
“Inilah cermin dari pengamalan sila kedua dan kelima Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sekaligus mempertebal dimensi kesalehan sosial dari ibadah puasa (dan ibadah-ibadah lainnya dalam Islam) sehingga tidak hanya mempertebal kesalehan pribadi semata,” jelas Politisi asal Banten ini.
Keempat, Idulfitri menjadi momen untuk meneguhkan semangat kebangsaan dan nasionalisme. Nilai-nilai seperti religiusitas, disiplin, kerja keras, konsisten, persisten, dan pantang menyerah yang diajarkan dalam Islam dapat diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangsa Indonesia, tegasnya. menghadapi tantangan yang tidak mudah di tahun-tahun mendatang. Setiap warga negara dituntut untuk memiliki semangat nasionalisme yang kokoh sekaligus produktif sehingga bukan saja tidak luntur oleh tantangan dan ancaman tapi juga terus bergerak maju.
Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi membawa dampak positif sekaligus dampak negatif. Nasionalisme bangsa mendapatkan tantangan, sekaligus ancaman dari “isme-isme” lain yang dominan seperti liberalisme, sekularisme, kapitalisme, individualisme, hingga ancaman terorisme dan radikalisme.
“Jika tidak hati-hati dan antisipasi dalam menghadapi tantangan dan ancaman tersebut, bangsa kita bisa kehilangan jati diri dan karakternya yang sejati. Sehingga mudah terombang-ambing, tidak punya prinsip dan pendirian, tidak punya martabat dan kemandirian. Momentum Idul Fitri harus mampu mempertebal jati diri dan mengokohkan nasionalisme bangsa,” tuturnya.***