CBIB Wujud Semangat Konsep Blue Economy

Penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) pada budidaya udang sebagai wujud semangat konsep Blue Economy. (Foto: KKP RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KKP RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak cuma kejar target produksi 2 juta ton pada tahun 2024. Namun juga berkomitmen kuat dalam mengejar target tersebut dengan selalu memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Melalui penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) pada budidaya udang sebagai wujud semangat konsep Blue Economy.

“Kami terus optimis menggenjot produksi udang nasional secara optimal baik dari sisi kualitas maupun kuantitas secara berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Guna mencapai target pertumbuhan ekspor udang di tahun 2024,” tegas Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu pada saat membuka secara daring kegiatan sosialiasi CBIB dan Gerai Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan di Karawang, Jawa Barat baru-baru ini.

Dirjen Tebe menjelaskan ada lima negara utama tujuan ekspor untuk komoditi udang diantaranya Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Negara – Negara ASEAN, Jepang dan China. Pasar utama udang adalah Amerika Serikat. Namun KKP juga terus berupaya meningkatkan ekspor udang selain ke Amerika Serikat juga ke negara – negara importir, seperti ke Negeri Tirai Bambu. China merupakan mitra dagang potensial Indonesia yang mampu menyerap komoditas seafood seperti udang.

“Pemerintah terus berupaya agar produksi udang Indonesia bisa terus bersaing dengan negara-negara eksportir udang. Dalam strategi pemasaran udang, saya tekankan agar terus perhatikan ketertelusuran (traceability). Kemampuan traceability merupakan aspek terpenting dalam jaminan mutu dan keamanan pangan. Agar produk budidaya seperti udang dapat memenuhi standar internasional dan diterima oleh negara-negara importir seperti China,”tegas Dirjen Tebe.

Baca Juga: KKP Tangani Paus Langka Yang Terdampar di Takalar

China sebagai salah satu negara yang memiliki pangsa pasar besar, menerapkan syarat yang begitu ketat bagi eksportir. Kondisi demikian menjadi tantangan agar produksi udang Indonesia diperbolehkan masuk wilayah China. Oleh sebab itu harus menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan yang telah ditentukan China.

“Melalui penerapan CBIB akan membawa produk asal Indonesia bersaing di pasar internasional. CBIB memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan. Selain itu, jaminan terhadap kelestarian lingkungan yakni memperhatikan aspek kesehatan. Serta mempertimbangkan aspek sosial ekonomi diantaranya kesejahteraan pembudidaya ikan,” papar Tebe sekali lagi.

Dirjen Tebe menambahkan ada beberapa prinsip CBIB, salah satunya adalah pembuangan limbah. Dalam mengimplementasikan semangat konsep Blue Economy yaitu membangun sistem ekonomi yang keberlanjutan. Untuk mewujudkan prinsip tersebut, dalam usaha budidaya udang harus terus memperhatikan air masuk dan pembuangan limbah yang dihasilkan dari proses produksi tambak udang.

Pengelolaan limbah yang kurang bagus pada akhirnya akan memberikan dampak yang kurang bagus juga terhadap hasil produksi dan daya dukung lingkungan. Upaya mencegah permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan pengelolaan limbah yang bagus, semua petambak udang wajib membuat instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Baca Juga: KKP Ajak Perguruan Tinggi Bersinergi Kembangkan 5 Komoditas Potensial

“Pengelolaan limbah melalui IPAL menjadi solusi utama bagi pelaku usaha yang belum mampu melepaskan air hasil budidayanya agar tidak mencemari lingkungan. KKP saat ini terus mendorong pengembangan budidaya udang berkelanjutan di antaranya membangun modelling Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) di Kebumen, Jawa Tengah dan melalui Infrastructure Improvement for Shrimp Aquaculture Project (IISAP),” tandas Tebe.

Akademisi IPB University, Prof Sukenda menyampaikan komentar serupa, menyampaikan komentar serupa. Pengelolaan limbah menjadi salah satu persyaratan SNI Cara Budidaya Ikan yang Baik untuk komoditas udang penaeid. “Pengelolaan limbah padat dan cair dilakukan secara higienis, saniter dan efektif untuk meminimalkan dampak negatif  pada lingkungan dan kontaminasi produk yang disesuaikan dengan kebutuhan,”jelas Prof Sukenda.

Pengelolaan efluen budidaya dilakukan sesuai dokumen persetujuan lingkungan hidup untuk memenuhi persyaratan air buangan sebelum dibuang ke perairan umum. Beberapa parameter kualitas air buangan yaitu Biological Oxygen Demand (BOD5) 50 mg/L, Total Suspended Solid (TSS) 100 mg/L, Dissolved oxygen (DO) ≥ 4 mg/L, ph 6,5-9, Total Ammonia Nitrogen (TAN) ≤ 5 mg/L dan Ortofosfat ≤ 0,5 mg/L.

Prof Sukenda menekankan pentingnya CBIB agar semua petambak udang dapat menghadapi kondisi seperti meningkatnya permintaan konsumen untuk produk budidaya berkualitas tinggi. Selain itu mampu bersaing sesuai dengan keinginan konsumen, dan penerapan sistem produksi pangan berkelanjutan (Responsible and sustainable aquaculture). Tentunya juga bisa menerapkan  ketertelusuran atau traceability pada produknya.

Baca Juga: KKP Pastikan Pengaturan BBL Jaga Keberlanjutan dan Kembangkan Budidaya Lobster di Indonesia

Sementara itu, Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Sido Makmur di Lampung Timur, Sulimin mengakui dampak penerapan CBIB termasuk di dalamnya IPAL, bagi produktivitas usaha tambak udangnya. Awalnya produksinya hanya beberapa kwintal, namun kini mencapai angka tonase.

Sulimin bahkan akan ikut berpartisipasi mensosialisasikan pentingnya menerapkan CBIB kepada seluruh anggota pokdakan Sido Makmur. “CBIB ini sangat penting dalam melakukan usaha budidaya udang, agar produksi kita bisa berkelanjutan dan menguntungkan,” jelas Sulimin.

Sulimin mewakili Pokdakan Sido Makmur turut menyampaikan terima kasih kepada KKP lantaran rutin melakukan sosialisasi sertifikasi CBIB. Lewat sosialisasi ini, pembudidaya tidak sebatas menambah pengetahuan mengenai komponen teknis tambak ramah lingkungan, tapi juga mengenai alur pengurusan perizinan berusaha.

“Harapan kami agar proses perizinan bisa dipercepat, karena sertifikat CBIB sangat dibutuhkan oleh kami semua petambak udang. Pasalnya sertifikat CBIB sebagai legalitas kami dalam usaha budidaya udang. Tentunya agar usaha budidaya udang kami berkelanjutan, karena udang yang merubah hidup kami. Penghasilan kami meningkat, sekarang kami bisa membangun rumah dan membeli mobil dari usaha budidaya udang,” tutup Sulimin.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *