Demam Gaya ‘Skena’ di Blitar: Anak Muda Berburu Baju Thrift Demi Tampil Estetik dan Eksklusif

Blitar, serayunusantara.com — Fenomena gaya berpakaian “skena” kini tengah menjangkiti anak muda di Blitar Raya. Gaya yang identik dengan padu padan kaos oversize, celana cargo, serta sepatu chunky ini semakin populer seiring dengan maraknya budaya thrifting atau berburu pakaian bekas layak pakai.

Bagi para remaja Blitar, thrifting bukan sekadar cara berbelanja murah, melainkan sebuah seni menemukan pakaian unik yang tidak dimiliki orang lain.

Tren ini terlihat jelas di beberapa titik kumpul populer seperti Alun-Alun Blitar dan berbagai kedai kopi kekinian.

Anak-anak muda tampil percaya diri dengan pakaian bermerek luar negeri hasil buruan di pasar barang bekas atau toko vintage lokal.

Gaya skena ini dianggap mewakili jiwa kebebasan dan kreativitas dalam mengekspresikan diri tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.

Baca Juga: Tren Bunga Segar di Blitar, Penjual Florist Ungkap Peningkatan Permintaan untuk Perayaan dan Dekorasi

Fajri (21), seorang mahasiswa asal Sananwetan yang ditemui saat berburu pakaian di kawasan Pasar Pon, mengungkapkan alasannya menyukai gaya ini.

“Kalau beli baru di mall, modelnya pasaran. Tapi kalau ngethrift, kita bisa dapat kaos band vintage atau jaket racing yang cuma ada satu. Itulah inti gaya skena: tampil beda dan punya karakter sendiri,” ujar Fajri sambil menunjukkan jaket hasil temuannya.

Senada dengan Fajri, Riska (19), seorang penggiat media sosial asal Blitar, menyebut bahwa gaya skena sangat mendukung konten visualnya.

“Anak muda Blitar sekarang pintar mix-and-match. Baju thrift harga 50 ribuan kalau dipadu sama aksesori yang pas bisa kelihatan seperti baju jutaan di foto Instagram. Ini soal gimana kita bangga sama apa yang kita pakai (local pride),” tuturnya.

Melihat antusiasme ini, beberapa pelaku usaha thrift shop di Blitar pun mulai menjamur, baik secara daring maupun toko fisik. Mereka menyaring pakaian bekas berkualitas untuk memenuhi selera pasar anak muda yang semakin selektif.

Fenomena ini membuktikan bahwa kreativitas dalam berbusana di Blitar tidak lagi ditentukan oleh harga label, melainkan oleh kejelian mata dalam melihat potensi di balik pakaian bekas. (Fis/Serayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *