Diduga Sarat Masalah, Pembangunan Proyek Lapas IIB Blitar Disidak Anggota Dewan

Warga sekitar proyek Lapas IIB Blitar saat menunjukan irigasi yang tertimbun urugan. (Foto : Achmad Zunaidi/Serayu Nusantara)

Blitar, serayunusantara.com – Mendapat keluhan dari masyarakat, Anggota Komisi III DPRD Kota Blitar Ridho Handoko melalui inspeksi mendadak (sidak) ke proyek pematangan lahan dan turap relokasi lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Blitar, Senin (30/10/2023).

Proyek Lapas itu berlokasi di Lingkungan Jatimalang, Keluruhan Sentul, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar.

Ridho mengatakan, masyarakat sekitar lokasi mengeluh atas aktivitas proyek sampai menyebabkan debu bertebaran, sampai tersumbatnya saluran irigasi pertanian.

Bahkan, kata dia, getaran dan kebisingan yang disebabkan oleh alat berat dan truk-truk pengangkut urugan bekerja hingga larut malam.

“Ini tadi kita mendapat keluhan dari warga masyarakat Rw 11 dan RT 12 yang mengeluh pembangunan Lapas di wilayah kita,”

“Jadi pembangunan ini sangat menggangu masyarakat kita. Sebab, sebelumnya tidak ada sosialisasi ke warga kalau disini nantinya ada proyek,” ungkapnya di lokasi proyek.

Selain itu, tanah yang dibangun Lapas ketinggiannya lebih tinggi dibandingkan tanah kampung yang dihuni warga. Dikhawatirkan saat musim hujan air bisa meluber ke pemukiman warga.

“Keberisikannya juga saat menurunkan tanah uruk ini juga berisik mengganggu masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga: Proyek Relokasi Lapas di Blitar Diduga Dipasok Tanah Urug Ilegal

Ridho juga akan melihat kondisi lahan yang dibangun Lapas, masuk zona hijau atau tidak. Itu disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Kalau zona hijau itu harus dihentikan dulu sampai ada perubahan di DPRD,” tandasnya.

Oleh karena itu, pihaknya akan berkomunikasi dengan Pemkot Blitar yang menghibahkan tanah kepada pemerintah pusat untuk pembangunan Lapas.

Kemudian, politisi Demokrat ini menyampaikan, apabila tanah urukan itu terbukti diambil dari tambang ilegal, maka dirinya mendesak agar aturan terkait hal tersebut harus ditegakkan.

“Kalau memang (diambil dari) tambang, izin tambangnya harus sesuai,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu warga, Lilik Kartikawati menyampaikan banyak keluhan dari warga setempat, seperti debu dan lalu lalang kendaraan yang menggangu warga saat malam hari.

Apalagi dampak dari pengoperasian alat berat juga terasa sampai rumah warga, yakni adanya getaran dan kebisingan di rumah warga.

“Kemudian saluran air yang ditutup pelaksana. Sehingga saat musim hujan meluap ke kampung warga,” kata dia.

Pihaknya menuntut pelaksana proyek untuk melakukan sosialisasi kepada warga sekitar, karena selama ini hal tersebut belum dilaksanakan. (Jun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *