Kabur Aja Dulu

Oleh Igoe Chaniago, Founder Fatherhood Community dan Ketua Komnas PA Kota Malang

Malang, serayunusantara.com – Tagar *#KaburAjaDulu* kini menjadi perbincangan hangat di media sosial, khususnya di platform X (Twitter). Jika mencari kata kunci tersebut, akan muncul berbagai unggahan yang mencerminkan kekhawatiran serta keluhan masyarakat terhadap berbagai kebijakan di Indonesia.

Fenomena ini mencerminkan adanya ketidakpuasan dan keresahan, terutama di kalangan anak muda yang mulai mempertanyakan stabilitas ekonomi, akses pekerjaan, serta peluang pendidikan di Indonesia.

Sehingga anak-anak muda lebih memilih kabur untuk hidup di luar negeri. Yang dikira, di luar negeri hidupnya akan lebih nyaman. Anak-anak muda yang mungkin mulai berputus asa ini, jangan-jangan korban massif penyeragaman sistem pendidikan di negara ini, Dan setiap ganti Menteri Pendidikan, diganti juga kurikulumnya.

Padahal setiap anak bangsa ini punya potensi unik dan punya kearifan lokal masing-masing, karena itu seharusnya setiap anak punya kurikulum personal, bukan kurikulum yang diseragamkan.

Baca Juga: Wabup Malang Pimpin Apel Pagi dan Pengarahan ASN: Sampaikan Permintaan Maaf dan Terima Kasih

Kearifan lokal di Aceh, pasti berbeda dengan kearifan lokal di Papua. Kebudayaan di anak gunung di Jawa, pasti berbeda dengan anak pesisir di Sulawesi.

Ketika anak lahir di daerah pesisir, maka sejatinya Allah telah memberi amanah kepada mereka untuk membangun desanya sesuai keunggulan lokalnya, sesuai fitrah alam dan fitrah buminya, yaitu kelautan dan perikanan atau kemaritiman.

Sampai rincinya fitrah ini, sebuah penelitian menyebutkan bahwa ditemukan pada anak anak nelayan sejak lahir, usus dan lambungnya hanya bisa di isi banyak ikan bukan nasi. Begitulah kehendak Allah menurunkan hikmahNya. Tidak seperti orang jawa yang rasanya kalau belum makan nasi maka belum makan (kenyang).

Sejarah peradaban manusia terus-menerus membuktikan bahwa perubahan adalah buah dari pendidikan. Bahkan para penguasa sepanjang jaman selalu saja menggunakan pendidikan untuk melakukan perubahan terhadap rakyatnya.

Lee Kuan Yew ketika menjadi pemimpin di Singapura dan Mahatir Muhammad ketika menjadi Malaysia, mereka merubah bangsanya lewat pendidikan.

Bahkan ketika usai Jepang luluh lantak di Perang Dunia II, yang ditanyakan Kaisar Hirohito adalah: “Berapa guru yang tersisa ?”. Dan tak lama kemudian, Jepang bangkit lagi dengan mencetak banyak guru untuk merubah bangsanya melalui jalur pendidikan dan menjadi macan Asia.

Bangsa ini tetap saja serasa jalan di tempat setelah berkali-kali ganti presiden, padahal Vietnam dan Filipina terus berkejaran telah berlari beribu langkah.

Presiden Prabowo baru membuat kejutan, dengan efisiensi anggaran di semua kementrian hingga 300 Triliun. Tidak disebutkan alasan khusus kenapa ada efisiensi anggaran.

Semoga langkah ini dilakukan pemimpin kita, untuk kemajuan pendidikan anak bangsa, tidak hanya sekedar Makan Bergizi Gratis (MBG).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *