KemenPPPA Dorong Restitusi dan Pendampingan Psikologis Bagi 15 Korban Guru Ngaji di Purwakarta

Deputi Perlindungan Khusus Anak, Nahar (Foto: KemenPPPA RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong diberikannya pendampingan psikologis dan pemenuhan hak restitusi kepada 15 korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru ngaji di Purwakarta. Deputi Perlindungan Khusus Anak, Nahar menyampaikan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah setempat untuk mengawal proses hukum dan pendampingan korban yang terdampak.

“KemenPPPA melalui Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus telah melakukan penjangkauan dan koordinasi kasus ke kediaman korban (28/12). Pada kesempatan tersebut turut hadir Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) beserta tim penyidik PPA Polres Purwakarta, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Purwakarta, Psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Purwakarta, Camat dan Lurah setempat, serta orang tua para korban dan para korban. Dalam pertemuan tersebut kami mendorong Dinas setempat terus mengupayakan pendampingan psikologis pada seluruh korban dan keluarganya agar dapat pulih dari trauma akibat kekerasan seksual yang dialami. Selain itu, kami juga mendorong pihak Dinas dan kepolisian untuk menguatkan para orang tua atau wali korban untuk mengajukan permohonan restitusi ke LPSK,” tegas Nahar.

Nahar menyampaikan dari hasil pertemuan tersebut diketahui bahwa tindak kekerasan seksual telah dilakukan sejak tahun 2018. Modusnya adalah memanggil para korban untuk melakukan pijat dengan iming-iming menjanjikan kepada para korban akan mendapat ilmu spiritual. Apabila para korban menolak, tersangka berdalih para korban akan celaka.

“Saat ini korban berjumlah 15 orang, 4 orang korban diduga mengalami tindak persetubuhan dan telah dilakukan visum et repertum, serta 11 orang lainnya diduga mengalami tindak pencabulan oleh tersangka. Meski begitu ada dugaan jumlah korban lebih dari itu dan dapat bertambah,” ungkap Nahar.

Baca Juga: Peringatan Hari Ibu ke-95, Menteri PPPA: Perjuangan Perempuan Indonesia Patut Dirayakan

Nahar mendorong pemerintah Dinas Sosial P3A Kabupaten Purwakarta dan P2TP2A Kabupaten Purwakarta agar dapat mengedukasi para murid-murid tersangka dan masyarakat setempat agar tidak takut melapor. Dengan berani melapor kepada pendamping maupun pihak kepolisian, korban nantinya dapat mengakses pemulihan psikologis, memperoleh keadilan di ranah hukum dan dibantu mengupayakan haknya atas restitusi.

Lebih lanjut, Nahar juga menghimbau Dinas setempat untuk mengawal terpenuhinya hak pendidikan anak korban. Jangan sampai anak korban kekerasan putus sekolah karena mendapatkan labeling dan diskriminasi dari pihak sekolah maupun masyarakat.

“Dari hasil koordinasi yang dilakukan, diketahui proses hukum saat ini sudah di tahap penyidikan dan berkas telah diserahkan ke Kejaksaan. Pihak Kepolisian kini menunggu penetapan status berkas oleh Jaksa. Lebih lanjut, selama proses hukum berlangsung P2TP2A Kabupaten Purwakarta terus memberikan pendampingan hukum bagi para korban secara kontinu agar dapat memperoleh keadilan,” kata Nahar.

Atas perbuatannya tersangka dapat dijerat pasal 81 juncto pasal 76D, dan/atau pasal 82 juncto 76E  UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lebih lanjut, mengingat tersangka merupakan tenaga pendidik maka dapat dikenakan sepertiga pidana tambahan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *