Jakarta, serayunusantara.com – Anggota Komisi I DPR RI Taufiq Abdullah mendorong agar baik TNI maupun Polri dapat memanfaatkan produk industri pertahanan dalam negeri. Hal ini merupakan satu di antara hal yang dibahas dalam saat pertemuan Kunjunga Kerja Spesifik (Kunspik) Komisi I DPR RI terkait kesiapan industri pertahanan.
“Harusnya ini diberdayakan lalu dimanfaatkan produk produknya. Sehingga, mereka semakin lama terjadi proses pembelajaran sehingga mencapai posisi bahwa kualitas produksi yang dihasilkan oleh (Kemhan) Ini semakin bagus,” ujar Taufiq ketika ditemui tim Parlementaria di sela-sela Kunspik di Cilodong, Depok, Jawa Barat, Rabu (27/9/2023).
Lebih lanjut, ia menilai meski Industri pertahanan Indonesia belum sehebat negara-negara lain seperti Perancis, Jerman dan negara maju lainnya, namun Indonesia sudah bertekad untuk memenuhi kebutuhan Alutsista. “Jangan sampai semuanya impor dan sudah membentuk atau mendirikan satu institusi industri petahana,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.
Baca Juga:DPR RI Dorong Pemerintah Harus Petakan Faktor Penyebab Bullying Anak
Ia pun menjelaskan Kunspik ini diselenggarakan untuk melihat dua hal, yakni kesiapan Alutsista dan kesejahteraan prajurit. Menurutnya dua hal tersebut menjadi hal utama dalam melihat Kondisi Pertahanan Indonesia.
“Alutsista misalnya, sesungguhnya memang kita masih perlu penambahan Alutsista yang cukup banyak, dan ini tentu harus jadi perhatian kita semua untuk mencapai apa yang disebut dengan minimum essential force,” tambahnya
Oleh karena saat ini belum mencapai itu, lanjutnya, semua pihak yang terkait seperti Bappenas dan Kementerian Keuangan, perlu melihat kondisi tersebut sebagai sesuatu yang strategis, yang membutuhkan perhatian khusus agar bisa dipenuhinya.
Adapun terkait kesejahteraan prajurit, ia mengungkapkan bahwa faktanya dari sekitar 8000 prajurit yang ada, baru tersedia perumahan yang berkapasitas 6000 unit. Sehingga, masih ada 2000 prajurit yang belum memiliki rumah. Padahal, moto prajurit sendiri yakni agar selalu siap siaga. Ia mengungkapkan apabila 2000 dari 8000 pasukan tersebut tidak tinggal di daerah tersebut, akan berdampak pada pengkondisian dari siap siaga itu sendiri.
“Itu ini juga jadi harus menjadi perhatian kita,” jelasnya
Maka dari itu dirinya berharap proses perencanaan dan penganggaran untuk Alutsisya dan kesejahteraan prajurit perlu needs assessment (penjajakan kebutuhan). Sehingga dengan adanya itu, Indonesia dapat merumuskan prioritas.
“Prioritas apa sesungguhnya yang dibutuhkan di lapangan? Jadi karena itu maka harus melibatkan semua stakeholders terutama adalah para pengguna di lapangan gitu, sehingga mix antara kebutuhan dengan perencanaan,” tutupnya. (hal/rdn)