Pemindangan Ikan Penangkal Kemiskinan Ekstrem dan Stunting

Usaha pemindangan ikan (Foto: KKP RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KKP RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan usaha pemindangan ikan sebagai salah satu bentuk hilirasi untuk menanggulangi kemiskinan ekstrem dan stunting.

Usaha pemindangan ikan telah memberikan multiplier effect bagi banyak pihak, mulai dari nelayan, pembudidaya, buruh angkut, pengepul, pengolah, pemasar, pembuat besek, pembuat garam, penjual bahan bakar, hingga jasa distribusi.

“Kita mendorong usaha pemindangan ikan dengan pembinaan mutu dan keamanan pangan serta kemudahan perijinan berusaha melalui penerbitan Sertifikat Kelayakan Pengolahan gratis. Bersama KADIN kita dorong UMKM perikanan naik kelas melalui gerakan kemitraan inklusif closeloop bidang perikanan sebagai langkah bersama menanggulangi kemiskinan ekstrem,” terang Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo.

Budi mengungkapkan perputaran uang dari usaha pemindangan ikan skala mikro kecil secara nasional bisa mencapai Rp 16 triliun pada tahun 2022. Angka ini dihitung berdasarkan penjualan pindang kemasan besek yang mencapai 4 milyar besek.

“Kalau per besek dijual seharga Rp 4.000 artinya ada perputaran Rp 16 triliun. Keuntungan bersih per pemindang sebesar Rp 240 ribu per hari atau Rp 7,2 juta per bulan,” paparnya.

Baca Juga: Upaya KKP Genjot Produksi Ikan Kerapu Cantang

Sementara jumlah Unit Pengolah Ikan (UPI) pemindangan ikan di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 8.516. Dari jumlah ini, 73,0% terpusat di Pulau Jawa dan 19,4% di Pulau Bali dan Nusa Tenggara. Budi memaparkan, mayoritas pemindang terkonsentrasi di Jawa Barat dengan jumlah sebanyak 3.151, disusul Jawa Tengah 1.692, Nusa Tenggara Barat 1.196, Jawa Timur 1.098, dan Bali 444.

Dikatakannya, kebutuhan bahan baku pindang setara utuh segar pada tahun 2022 mencapai 577.899 ton atau rata-rata sebesar 48.158 ton per bulan.

“Bahan baku ini umumnya dipasok dari perairan Jawa, Bali, Maluku dan Sulawesi Selatan,” jelas Budi.

Adapun satu Unit Pengolahan Ikan (UPI) pemindangan skala mikro mampu mengolah ikan rata-rata 76 kg/hari, sedangkan satu UPI pemindangan skala kecil rata-rata 450 kg/hari. Dari sisi tenaga kerja, UPI skala mikro rata-rata memiliki 3 orang tenaga kerja, sedangkan UPI skala kecil mampu menyerap 8 orang tenaga kerja, sehingga jumlah total serapan tenaga kerja di unit pemindangan di Indonesia diperkirakan dapat mencapai 38.322 orang.

Baca Juga: KKP Genjot Produksi Ikan Bandeng Melalui Model Klaster

Kemudian dari sisi bahan baku, para pemindang menggunakan ikan hasil tangkapan nelayan, seperti tongkol 232.455 ton (40,22%), layang 89.959 ton (15,57%), cakalang 39.486 ton (6.83%) dan kembung 18.869 ton (3,27%), serta ikan hasil budidaya seperti bandeng 126.874 ton (21,95%).

“Bukan hanya dari sisi ekonomi, ikan pindang yang harganya terjangkau memiliki protein tinggi berkisar antara 27-30%, sehingga ini bisa menjadi asupan penangkal stunting,” tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut keberadaan UMKM terbukti mendukung ketahanan perekonomian negara di tengah kondisi pandemi. Untuk itu, harus terus diupayakan peningkatan bukan hanya dari sisi kuantitas, namun juga dari segi kualitas produk perikanan yang dihasilkan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *