Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie O.F.P saat memimpin pertemuan dengan jajaran mitra kerja Komisi XI DPR RI di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (6/4/2023). (Foto: Nadia/man)
Jakarta, serayunusantara.com – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie O.F.P meminta Bank Indonesia untuk dapat memperkuat peranan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Di antaranya. dengan memperkuat data-data mengenai produksi, konsumsi, dan distribusi agar pengendalian inflasi lebih efektif.
“Problem-nya adalah tidak mudah mendapatkan data-data produksi dan distribusi terhadap komoditas tertentu. Kita ingin ke depan BI melakukan fungsinya dengan memperkuat TPID, dengan memperkuat data-data mengenai produksi dan distribusi, sehingga pengendalian inflasi lebih efektif,” katanya kepada Parlementaria usai memimpin pertemuan dengan jajaran mitra kerja Komisi XI DPR RI di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (6/4/2023).
Dolfie melanjutkan, bahwa produksi, konsumsi, dan distribusi merupakan salah satu hal yang menyebabkan terjadinya inflasi di suatu daerah. Oleh karenanya dirinya menyatakan bahwa dibutuhkan adanya neraca pangan, agar Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah dapat mengantisipasi inflasi menjadi terkendali.
Dolfie juga menjelaskan faktor penyebab inflasi sebagian besar dikarenakan oleh harga yang diatur Pemerintah secara nasional. Utamanya harga pangan yang meliputi beras, telur, cabai dan lain sebagainya. Apalagi, baru-baru ini Badan Pangan Nasional juga telah mengeluarkan Harga Pokok Penjualan (HPP) terbaru.
“Kemudian faktor yang kedua adalah BBM, yang terkait dengan kenaikan-kenaikan otomatis yang dikaitkan dengan harga pasar. Yang kemudian yang ketiga adalah transportasi udara. Ini juga adalah harga-harga yang diatur oleh Pemerintah dan kalau kita lihat nilai dampaknya itu masih relatif terkendali dan amanlah kecil,” papar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Namun, dari semua penyebab inflasi di atas, hal yang perlu dikhawatirkan sekarang adalah komoditas-komoditas menjelang Idulfitri, seperti sembako, meliputi beras, telur, dan lain sebagainya. Termasuk, BBM karena akan terjadinya arus mudik lebaran. Meskipun demikian, menurut Dolfie, hal-hal tersebut masih cukup terkendali, namun stok yang dikhawatirkan akan menjadi masalah.
“Walaupun kita lihat ini masih aman dan terkendali, tapi stoknya ini yang kita khawatirkan, dan makanya tadi kita menekankan kepada menjaga stok produksi ini dan harus tahu neracanya. Kalau sudah mau defisit, sudah harus tahu bagaimana menambah jumlah komoditi yang akan defisit, itu yang kita lihat tadi,” tutupnya.
Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 3 April 2023, Perkembangan harga berbagai komoditas pada bulan Maret 2023 secara umum mengalami kenaikan.
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan BPS pada bulan Maret 2023, di Kota Yogyakarta terjadi inflasi year-on-year sebesar 6,11 persen atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 110,06 pada Maret 2022 menjadi 116,78 pada Maret 2023. Tingkat inflasi month-to-month sebesar 0,60 persen dan tingkat inflasi year-to-date sebesar 1,05 persen.
Jika melihat tren perkembangan harga berbagai komoditas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2023, secara umum mengalami kenaikan harga yang akan berdampak terhadap daya beli di masyarakat.
Guna mendukung perkembangan ekonomi yang berkesinambungan dan menjaga kesejahteraan masyarakat, maka sangat penting untuk menjaga tingkat inflasi pada level yang terjaga. Apabila inflasi dapat terjaga maka akan mempunyai pengaruh tehadap daya beli masyarakat yang pada akhirnya dapat mendorong perekonomian lebih baik lagi selama bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri.
Turut hadir dalam kunjungan kerja spesifik Komisi XI DPR RI ke Daerah Istimewa Yogyakarta di antaranya Sihar Sitorus, Masinton Pasaribu, Marinus Gea (F-PDIP), Agun Gunanjar Sudarsa, Puteri Anetta Komarudin, Zulfikar Arse Sadikin (F-PG), Hidayatullah (F-PKS), dan Ahmad Yohan (F-PAN). (ndy/rdn)