Jakarta, serayunusantara.com – KontraS menilai proses Uji Kelayakan oleh Komisi III DPR RI (27 Maret 2023) pada Calon Hakim Ad Hoc Hak Asasi Manusia yang diajukan oleh Komisi Yudisial kembali menunjukkan ketiadaan calon yang memenuhi syarat.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, Hakim ad hoc pada Mahkamah Agung disyaratkan memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang HAM.
Ketiga Calon Hakim gagal menjelaskan sejumlah substansi penting dalam proses penuntasan pelanggaran HAM berat baik dari segi konsep, regulasi maupun praktik. Dengan kenyataan ini, Komisi III DPR RI yang punya wewenang mengusulkan calon hakim sebelum diangkat oleh Presiden harus menolak para calon ini.
Dari segi penggalian pengetahuan para Calon Hakim, konsep pertanggungjawaban dalam skala individu atau institusi dalam kaitan unsur sistematis atau meluas sebagai unsur penting dalam kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) gagal dijelaskan dengan baik.
Baca Juga: Buntut Kasus Ibu Hamil Meninggal, Legislator Harap Ada Perbaikan Manajemen Rumah Sakit
Lebih fatal, para Calon Hakim masih tidak bisa menjelaskan perbedaan antara pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM berat. Para Calon Hakim berfokus pada bentuk tindakan dan bukan pada terdapatnya salah satu unsur antara sistematis atau meluas sebagai bagian dari serangan terhadap para korban pada tindak pidana kejahatan kemanusiaan.
Ketika dibenturkan pada pembahasan penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial, salah satu Calon bahkan masih menganggap bahwa langkah tersebut lebih efektif, sementara ia sedang mengajukan diri untuk menjadi aktor dalam penyelesaian secara yudisial.
Padahal penyelesaian non-yudisial juga baru sebatas berbentuk regulasi dan pembentukan tim saja serta menghadirkan banyak kritik sebab meminggirkan proses pengungkapan kebenaran dan strategi jaminan ketidak-berulangan sebagai juga unsur penting penyelesaian permasalahan ini.
Dari segi administratif, dua dari tiga calon tersebut juga memiliki potensi konflik kepentingan yang sangat mungkin mempengaruhi kinerja dan hasil dari pengadilan yang akan datang. Harnoto, S.H. merupakan seorang anggota aktif POLRI dan berdinas sebagai Tenaga Pendidik Madya pada Sekolah Polisi Negara Polda Jawa Timur.
Unsur Kepolisian merupakan salah satu pihak yang banyak disebut terlibat dalam terjadinya Tragedi Paniai 2014 yang perkaranya akan jadi kasus perdana yang disidangkan jika dirinya terpilih. Dugaan keterlibatan sejumlah anggota Korps Bhayangkara dalam perkara yang menewaskan sedikitnya empat orang ini terdapat mulai dari awal kejadian hingga penghalangan keadilan (obstruction of justice).
Tak kalah menarik, Happy Wajongkere, S.H. menggunakan surat rekomendasi dari Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga pada Pusat Penerangan Hukum Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung untuk proses seleksi ini. Padahal Kejaksaan Agung merupakan salah satu pihak yakni sebagai penyidik dan penuntut dalam Pengadilan HAM. Majelis Hakim dan Tim Jaksa Penuntut Umum harus lepas dari konflik kepentingan agar proses pengadilan bisa berjalan dengan optimal.
Memang kebutuhan akan terisinya posisi Hakim ad hoc HAM tingkat kasasi dan PK semakin besar sebab berkas kasasi Peristiwa Paniai 2014 telah dilimpahkan ke Mahkamah Agung (MA) sejak 21 Desember 2022. Membesarnya kebutuhan itu didasari mandat Pasal 33 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang mengatur bahwa proses kasasi memiliki tenggat maksimal 90 hari untuk diputus oleh Majelis Hakim.
Namun, mengingat derajat keseriusan dari pelanggaran HAM berat sebagai musuh bersama umat manusia, proses hukumnya harus dilangsungkan hanya oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas cukup yang juga dimuat sebagai persyaratan sebagai Hakim ad hoc HAM. Berlebihnya durasi proses kasasi juga selalu terjadi di ketiga Pengadilan HAM yang pernah terjadi di Indonesia.
Seperti pada Pengadilan HAM Ad Hoc atas Peristiwa Timor Timur di Tingkat Kasasi atas nama terdakwa Eurico Guterres yang memori kasasinya diterima pada 8 Maret 2005 dan diputus pada 8 Maret 2006 serta Pengadilan HAM Ad Hoc atas Peristiwa Abepura di Tingkat Kasasi atas nama terdakwa Johny Wainal Usman yang pengajuan kasasinya diterima pada tanggal 4 Oktober 2005 dan diputus 25 Januari 2007.
Dengan sekelumit permasalahan di atas dan dorongan profesionalitas yang imperatif bagi korban, KontraS mendesak agar Komisi III DPR RI untuk menolak ketiga Calon Hakim ad hoc HAM 2022/2023. (kontras)