Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, di Jakarta, Senin (25/3). (Foto: KemenPPPA RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan resmi disetujui pada Pembahasan Tingkat 1 (satu) oleh 8 (delapan) fraksi Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang hadir dalam Rapat Kerja Bersama Pemerintah. Selanjutnya, RUU ini akan ditindaklanjuti pada Pembahasan Tingkat 2 (dua) dalam Rapat Paripurna DPR RI.
“Kesejahteraan ibu dan anak perlu ditingkatkan untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan. Pembangunan SDM unggul ditentukan oleh terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak, khususnya pada seribu hari pertama kehidupan. Saya atas nama Pemerintah Indonesia mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang berkontribusi terhadap penyelesaian RUU hingga hari ini, termasuk kepada fraksi yang telah menyampaikan persetujuan untuk dibahas di tingkat selanjutnya,” ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, di Jakarta, Senin (25/3).
Sebelumnya, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak diinisiasi oleh DPR RI sejak 30 Juni 2022 dan ditindaklanjuti dengan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) bersama seluruh pemangku kepentingan terkait. Namun, berdasarkan perkembangan pembahasan muatan substansi pada RUU yang dilaksanakan oleh Panitia Kerja (Panja) pada 3 April dan 14 Juni 2023, Komisi VIII DPR RI mengarahkan Pemerintah agar memfokuskan pengaturan DIM pada ‘Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan’.
“RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan tidak mendefinisikan anak. Definisi anak mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada, seperti UU tentang Perlindungan Anak. Oleh karena itu, yang didefinisikan dalam RUU ini adalah anak pada fase seribu hari pertama kehidupan, yaitu seseorang yang kehidupannya dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai dengan anak berusia 2 (dua) tahun,” kata Menteri PPPA.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri PPPA menjelaskan, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan merumuskan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan, yaitu paling singkat 3 (tiga) bulan pertama dan paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Sementara, suami yang mendampingi persalinan istrinya diberikan cuti selama 2 (dua) hari dan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan. Selain itu, suami yang mendampingi istrinya yang keguguran juga berhak mendapatkan cuti selama 2 (dua) hari. Hal ini memberikan jaminan perlindungan bagi seorang ibu yang juga seorang pekerja.
Baca Juga: Wujudkan Pemenuhan Hak Anak, Kemen PPPA Dukung Provinsi Gorontalo Cegah Perkawinan Anak
“Setiap ibu bekerja yang melaksanakan hak atas cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama dan bulan keempat, serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam,” kata Menteri PPPA.
Lebih lanjut, Menteri PPPA menjelaskan, RUU ini juga memberi perhatian pada hak ibu dengan kerentanan khusus, antara lain ibu berhadapan dengan hukum; ibu di lembaga pemasyarakatan; ibu di penampungan; ibu dalam situasi bencana; ibu dalam situasi konflik; ibu tunggal; ibu korban kekerasan; ibu dengan HIV/AIDS; ibu yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar; dan/atau ibu dengan gangguan jiwa.
“Pada uraian tentang kewajiban, dan untuk menghindari domestifikasi peran dan tanggung jawab pengasuhan pada 1 (satu) pihak saja, selain ibu juga ditambahkan dengan peran ayah dan keluarga agar memuat upaya membangun kesejahteraan ibu dan anak pada tingkatan terkecil menjadi tanggung jawab bersama sejak awal, demi kepentingan terbaik bagi ibu dan anak, dengan dukungan keluarga dan lingkungan,” tutur Menteri PPPA.
Persetujuan RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan ditandai dengan penandatanganan draft RUU oleh Pimpinan Komisi VIII DPR RI; Menteri PPPA; perwakilan dari lima kementerian lainnya, yaitu Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Kesehatan; serta masing-masing perwakilan fraksi Komisi VIII DPR RI. 8 (delapan) fraksi yang menyetujui Pembahasan Tingkat 2 (dua) RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Secara keseluruhan, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan terdiri dari IX Bab dan 46 Pasal yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban; tugas dan wewenang; penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak; data dan informasi; pendanaan; dan partisipasi masyarakat.
Baca Juga: Kemen PPPA Kawal Kasus Dugaan Pelecehan Anak oleh Ayah Kandung di Jakarta Timur
“Pembahasan atas RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang dilakukan oleh Komisi VIII DPR RI bersama Pemerintah berlangsung dinamis, bahkan terkadang terdapat perbedaan pandangan yang pada akhirnya memperkaya pembahasan terhadap RUU tersebut dan dapat diselesaikan dengan menemukan titik temu berdasarkan saling menghormati dan menghargai,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka.***